Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Komisi Yudisial Suparman Marzuki menuturkan hakim harus taat pada Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Apabila melanggar, maka hakim dapat diberi sanksi mulai dari ringan hingga pemberhentian tidak terhormat.
"Dalam kode etik hakim, hakim harus taat pada KUHAP. Kalau tidak taat, kategorinya tidak profesional. Sanksi akan diberikan tergantung derajat kesalahannya," ujar Suparman saat menerima laporan dugaan pelanggaran kode etik hakim tunggal pemutus perkara praperadilan Komjen Budi Gunawan, Sarpin Rizaldi, di kantor KY, Jakarta, Selasa (17/2).
Profesionalitas hakim termaktub dalam Pasal 10 Kode Etik dan Pedoman Perilaku Hakim. Hakim diharuskan bersikap profesional untuk melaksanakan kewajibannya dan menghasilkan putusan yang efektif dan efisien.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Hakim tidak merdeka, yang membatasi kode etik dan pedoman perilaku," katanya.
Berdasarkan penelusuran CNN Indonesia, pada Pasal 22D UU Kekuasaan Kehakiman, beragam sanksi dapat dijatuhkan kepada hakim apabila dinilai melanggar. Sanksi tersebut terdiri dari sanksi ringan, sedang, dan hukum.
Sanksi ringan meliputi teguran lisan, teguran tertulis, dan pernyataan tidak puas secara tertulis. Sementara sanksi sedang terdiri dari penundaan kenaikan gaji berkala paling lama satu tahun, penurunan gaji sebesar satu kali kenaikan gaji berkala, penundaan kenaikan pangkat paling lama satu tahun, atau hakim nonpalu paling lama enam bulan.
Selain itu, sanksi berat yakni pembebasan dari jabatan struktural, hakim nonpalu lebih dari enam bulan sampai dengan dua tahun, pemberhentian sementara, pemberhentian tetap dengan hak pensiun, atau pemberhentian tetap tidak dengan hormat.
Untuk menentukan apakah Hakim Sarpin melanggar kode etik atau tidak, pihaknya tengah mengumpulkan data-data persidangan dan pemantauan. "Data untuk segera kita simpulkan, sekalipun KY pernah melakukan penelusuruan dan pernah merekomendasikan sanksi kepada hakim yang bersangkutan," katanya.
Sementara itu, kasus pemberian sanksi kepada hakim pernah dilakukan oleh KY dalam kasus putusan praperadilan. Hakim Suko Harsono dijatuhi sanksi lantaran membatalkan penetapan tersangka korupsi bioremediasi PT Chevron Bachtiar Abdul Fatah. Hakim Suko membacakan putusan pada 27 September 2012 di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.
Namun, MA bersikap bahwa Hakim Suko telah melampaui kewenangannya. Kewenangan memutus legalitas penetapan tersangka tak termaktub dalam Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP). Pasal tersebut hanya menyebutkan praperadilan hanya berwenang memeriksa sah atau tidak penangkapan dan penahanan; sah atau tidak penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan; dan ganti kerugian dan rehabilitasi bagi seseorang yang perkaranya dihentikan pada tingkat penyidikan dan penuntutan.
(pit/pit)