Jakarta, CNN Indonesia -- Kalangan Komisi III DPR yang membidangi hukum menuntut Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera melantik Komisaris Jenderal Budi Gunawan sebagai Kapolri definitif. Jokowi dianggap keliru kalau tak melantik Budi dan politikus Senayan bakalan protes.
Anggota Komisi III DPR Arsul Sani menyatakan sudah seharusnya Presiden Jokowi segera mengumumkan keputusan soal polemik calon Kapolri Budi Gunawan. “Dan keputusannya itu seharusnya melantik Budi Gunawan,” kata Arsul saat dihubungi CNN Indonesia.
Arsul mengatakan jika Presiden Jokowi tidak melantik Budi maka akan terjadi keributan di DPR sebagai reaksi negatif dari para politikus. “Bisa menimbulkan kegaduhan politik yang bakal berkepanjangan,” ujar dia.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Politikus Partai Persatuan Pembangunan ini mengingatkan konsekuensi logis yang harus Presiden Jokowi lakukan setelah DPR menyetujui dan mengesahkan pencalonan tunggal Budi Gunawan sebagai kapolri oleh Jokowi. “Sidang praperadilan mengabulkan Budi dan menyatakan penetapan tersangka pada Budi tidak sah,” kata Arsul.
Arsul berpendapat keputusan hakim yang memenangkan pihak Budi Gunawan atas Komisi Pemberantasan korupsi dalam praperadilan dari sisi praktik hukum bukan hal yang luar biasa. “Harus diingat dalam praktik hukum kita banyak ketentuan KUHAP yang keluar dari original intent, kelyar dari maksud asal atau asli,” ujarnya.
Dengan demikian, menurut Arsul, keputusan hakim praperadilan Budi Gunawan adalah hal yang lazim dan tidak menyalahi dari segi praktik hukum meskipun melenceng dari KUHAP bila dilihat dari aliran hukum limitatif.
Anggota Komisi III lainnya, Syarifudin Sudding, juga menyatakan Jokowi harus melantik Budi Gunawan. “Tidak ada pilihan lain sekarang, Budi sudah tak berstatus tersangka, dan dia yang dulu ajukan oleh Jokowi dan DPR sudah menyetujuinya,” tutur Syarifudin kepada CNN Indonesia, Selasa (17/2).
Menurut politikus Partai Hanura ini bila Presiden Jokowi tidak melantik Budi maka di DPR akan terjadi kegaduhan sebagai bentuk protes kepada Jokowi. Hal ini, menurut Syarifudin, dapat memicu pengajuan hak interpelasi dan angket.
(obs)