Banyak Tersangka Bakal Latah Praperadilan Meski Salah Tafsir

Gilang Fauzi | CNN Indonesia
Kamis, 19 Feb 2015 10:57 WIB
Janggalnya penafsiran hakim terhadap status penyelenggara negara dinilai dapat menjadi pembuka jalan bagi tersangka lain untuk menempuh praperadilan.
Penasihat hukum KPK, Chatarina Girsang saat sidang praperadilan status tersangka Komjen Budi Gunawan (BG) di PN Jakarta Selatan, akarta, Jumat, 13 Februari 2015. Sidang beragendakan mendengarkan keterangan saksi ahli yang ‎dihadirkan oleh kuasa hukum Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dan memperlihatkan sejumlah barang bukti. (CNN Indonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kemenangan gugatan Komisaris Jenderal Budi Gunawan di sidang praperadilan diramal banyak pihak bakal menjadi pembuka jalan bagi tersangka lain untuk menempuh jalur hukum yang serupa.

Menurut Kepala Biro Hukum KPK Chatarina Girsang, banyak pihak yang telah salah memahami putusan praperadilan Budi Gunawan. Pasalnya permohonan praperadilan dikabulkan bukan lantaran KPK tidak cukup bukti, namun lebih disebabkan oleh penafsiran hakim yang janggal terhadap status penyelenggara negara.

"Akhirnya, sebagaimana pendapat ahli di media, timbul kegaduhan hukum. Akibatnya, sekarang semua latah mengajukan permohonan praperadilan dengan alasan penetapan tersangka," ujar Chatarina, Kamis (19/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dalam sidangnya, Hakim Sarpin Rizaldi menilai Kepala Biro Pembinaan Karir (Karo Binkar) Deputi SDM Mabes Polri yang disandang Budi Gunawan tidak termasuk ke dalam kategori Eselon I. Dengan kata lain, jabatan yang disandang Budi saat menjadi tersangka tidak tergolong sebagai seorang penyelenggara negara.

Penilaian itu disebut keliru. Menurut Chatarina, jabatan apapapun yang disandang oleh seorang polisi, dia akan tetap berstatus sebagai seorang penegak hukum dan masuk kewenangan KPK sebagaimana diatur dalam Pasal 11 Undang-undang KPK.

Chatarina mengatakan, sidang praperadilan tidak memiliki kewenangan untuk menilai dan menafsirkan status seorang penyelenggara. Lagi pula, kata Chatarina, Undang-undang Polri menyebutkan bahwa polisi sebagai aparat penegak hukum adalah seorang pegawai negeri.

"Jadi pendapat hakim terlalu sempit. Seolah-olah polisi yang penyidik saja yang dapat disebut sebagai aparat penegak hukum," ujar Chatarina.

Ketidakkonsistenan hakim dalam membuat penafsiran, kata Chatarina, memiliki dua sisi. Pada satu sisi, dapat memperluas objek kewenangan praperadilan, sedangkan di sisi lain mempersempit definisi aparat penegak hukum.

"Jadi jangan disalahartikan lagi. Praperadilan BG dikabulkan bukan karena KPK tidak memiliki bukti permulaan yang cukup," ujar Chatarina. (meg)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER