Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) menyatakan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta tak perlu lagi bicara dengan DPRD DKI Jakarta terkait APBD Jakarta 2015 yang diperdebatkan kedua pihak.
“Enggak mungkin komunikasi. Ini sudah beda prinsip,” kata Ahok di Balai Kota DKI Jakarta, Kamis (26/2).
Pemprov Jakarta, menurut Ahok, akan tetap berkukuh menggunakan draf APBD 2015 versi e-budgeting yang tidak memasukkan rincian anggaran hingga satuan ketiga seperti yang diinginkan DPRD. Ahok mengatakan Pemprov tak mau lagi kecolongan dengan adanya anggaran belanja barang yang tidak masuk akal.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ahok lantas kembali mencontohkan usulan anggaran pembelian alat Uniterruptible Power Supply (UPS) di sebuah sekolah yang mencapai Rp 6 miliar. Menurut Ahok, Pemprov tidak pernah mengajukan anggaran sebesar itu.
“Satu genset Rp 150 juta juga sudah keren. Itu sudah genset otomatis, mati lampu langsung nyala seperti di rumah sakit,” kata Ahok.
Mantan Bupati Belitung Timur itu pesimistis akan ada titik temu antara eksekutif dan legislatif DKI Jakarta. Oleh sebab itu ia memilih menanti proses hak angket berjalan.
Secara terpisah, Wakil Ketua DPRD Jakarta dari Fraksi Gerindra, M Taufik, mengatakan apa yang dicontohkan oleh Ahok tak masuk akal. Menurut dia, pembahasan belanja program dilakukan di komisi DPRD dengan mengundang satuan kerja perangkat daerah (SKPD) terkait.
"Mana mungkin DPRD yang menentukan (belanja barang)? DPRD bisa apa sih? Kan rapat pembahasan di komisi itu mengundang SKPD juga," kata Taufik yang juga menjabat Wakil Ketua Badan Anggaran DPRD Jakarta itu.
Wacana hak angket menyeruak ketika Ahok menuding DPRD Jakarta memaksa memasukkan dana fiktif di APBD Jakarta sebesar Rp 8,8 triliun. DPRD telah membantah hal tersebut. RAPBD 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pun lantas disahkan pada rapat paripurna DPRD tanggal 27 Januari.
Namun perseteruan antara eksekutif dan legislatif DKI Jakarta berlanjut setelah Pemerintah Provinsi Jakarta mengirim draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui. Draf itu tak mencantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga. DPRD pun merasa dibohongi karena Pemprov tak memasukkan mata anggaran sesuai pembahasan bersama.
Apapun, Ahok berkeras memakai draf versi tersebut karena menurutnya DPRD kembali hendak memasukkan anggaran fiktif yang kali ini besarannya mencapai Rp 12,1 triliun.
Ahok tak mau dana siluman di APBD Jakarta terulang lagi seperti temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Akhir 2014, BPKP mengungkapkan adanya dana siluman di Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta pada tahun 2013 dan 2014.
Pada ABPD Jakarta 2013, tercatat ada 58 kegiatan senilai Rp 210,8 miliar di Dinas Kesehatan Jakarta, sedangkan di Dinas PU ada 128 kegiatan senilai Rp 1,2 triliun. Sementara pada APBD Jakarta 2014, tercatat ada 34 kegiatan di Dinas Kesehatan yang tidak diusulkan namun ada dalam APBD senilai Rp 34,4 miliar, sementara di Dinas PU terdapat 252 kegiatan senilai Rp 3,5 miliar. Anggaran itu baru sebagian dari total dana siluman yang ditemukan BPKP.
Kepala BPKP Perwakilan Provinsi DKI Jakarta Bonny Anang Dwijanto menyatakan telah mengkonfirmasi anggaran tersebut ke Dinas Kesehatan dan Dinas PU Jakarta. Namun kedua dinas itu menyatakan tidak pernah menganggarkan kegiatan-kegiatan terkait ke dalam APBD Jakarta.
(agk)