Dana Siluman, Titipan DPRD yang Sulit Dibongkar

pit & Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Sabtu, 28 Feb 2015 15:52 WIB
Menurut Direktur Centre of Budget Analysis Uchok Sky Khadafi dana siluman merujuk pada beberapa hal seperti diantaranya titipan anggota dewan.
Pelaksana Tugas Pimpinan KPK Johan Budi Sapto Pribowo menuturkan pihaknya telah menerima laporan dari Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok. (CNN Indonesia/Aghnia Adzkia).
Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama menantang Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk membuka keanehan jumlah anggaran yang terdapat di rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (RAPBD) tahun 2015 milik DKI Jakarta. Ahok, panggilan akrab Basuki, mengungkapkan ada "dana siluman" dengan jumlah mencapai Rp 12,1 triliun.

Berbicara mengenai "dana siluman", ada beberapa penjelasan mengenai pengertian kata-kata yang diungkapkan oleh Ahok tersebut. Direktur Centre of Budget Analysis Uchok Sky Khadafi menjelaskan ada dua pengertian umum terkait "dana siluman" tersebut.

Penjelasan pertama adalah "dana siluman" bisa diartikan sebagai dana yang disisipkan oleh para anggota DPRD sebuah provinsi ke APBD mereka dengan maksud untuk memenuhi kepentingan mereka. "Bahasa kasarnya adalah dititipkan oleh anggota dewan," ujar Uchok kepada CNN Indonesia, Jumat (27/2).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Penjelasan kedua yang dijelaskan oleh Uchok adalah "dana siluman" muncul saat APBD telah disetujui oleh DPRD dan Pemprov dan sudah diserahkan ke Kementerian Dalam Negeri, tapi secara tiba-tiba program-program baru yang tidak ada dalam APBD dimasukkan oleh pihak-pihak tak bertanggung jawab. "Jadi saat sudah disahkan tiba-tiba program-program dimasukkan lagi," katanya.

Uchok mengatakan kejadian dana siluman tersebut tak hanya terjadi di DKI Jakarta tapi juga di beberapa provinsi lain di Indonesia. Dia menambahkan "dana siluman" seperti itu selalu ada dan sulit terlacak akibat tidak adanya transparansi DPRD ke masyarakat, hal tersebut terjadi akibat anggapan yang muncul jika APBD merupakan rahasia DPRD dan masyarakat tak boleh tahu.

Padahal Uchok menganggap APBD harus diketahui oleh masyarakat karena program-program yang ada di dalamnya akan dinikmati juga oleh warga. Maka dia menolak anggapan masyarakat tak boleh tahu soal rincian APBD.

Selain transparansi yang kurang, peran masyarakat yang sedikit dalam mengetahui rincian APBD pun menjadi masalah utama kenapa "dana siluman" sulit dibongkar eksistensinya. Uchok mengungkapkan hanya sedikit masyarakat yang paham tapi malah ikut bermain dalam "dana siluman" tersebut.

"Partisipasi masyarakat yang kurang membuat susah dibongkar. Selain itu hanya masyarakat yang berprofesi sebagai pengusaha yang mengerti soal dana APBD tersebut," katanya. "Pengusaha itu bisa masuk melihat rincian bahkan itu mengotak-atiknya," lanjut Uchok.

Sebenarnya saat ini pemerintah daerah, terutama di tingkat provinsi sudah transparan dalam menyebarkan informasi mengenai APBD pada masyarakat. Namun tetap saja transparansinya kurang karena yang disampaikan hanya berupa ringkasan dan bukan lampiran rinci. Ringkasan-ringkasan yang hanya berbentuk peraturan daerah tersebut pun akan sulit dimengerti dan mudah diotak-atik.

"Bentuk publikasi yang dilakukan hanya lampiran ringkas dari perda-perda, bukan lampiran rinci," kata Uchok.

Isu "dana siluman" dalam APBD muncul saat Ahok berseteru dengan DPRD DKI Jakarta soal APBD 2015. Ahok menuding DPRD Jakarta memaksa memasukkan dana fiktif di APBD Jakarta sebesar Rp 8,8 triliun. DPRD telah membantah hal tersebut. RAPBD 2015 sebesar Rp 73,08 triliun pun lantas disahkan pada rapat paripurna DPRD tanggal 27 Januari.

Namun perseteruan antara keduanya berlanjut setelah Pemerintah Provinsi Jakarta mengirim draf APBD 2015 versi e-budgeting kepada Kementerian Dalam Negeri untuk disetujui. Draf itu tak mencantumkan mata anggaran hingga satuan ketiga. DPRD pun merasa dibohongi karena Pemprov tak memasukkan mata anggaran sesuai pembahasan bersama.

Ahok berkeras memakai draf versi tersebut karena menurutnya DPRD kembali hendak memasukkan anggaran fiktif yang kali ini besarannya mencapai Rp 12,1 triliun.

Ahok tak mau kasus dana siluman di APBD Jakarta terulang lagi seperti temuan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan. Akhir 2014, BPKP mengungkapkan adanya dana siluman di Dinas Kesehatan dan Dinas Pekerjaan Umum DKI Jakarta. (utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER