Jakarta, CNN Indonesia -- Badan Pemeriksa Keuangan mengaku belum bisa menaksir besar kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus dugaan korupsi penyelenggara ibadah haji di Kementerian Agama. Ketua BPK Harry Azhar Aziz bahkan tampak linglung ketika ditanyai soal audit kerugian negara dalam kasus yang telah menjerat bekas Menteri Agama Suryadharma Ali sebagai tersangka.
Harry sempat bertanya kepada Komisioner KPK Zulkarnain apakah KPK telah menyerahkan laporan tentang kasus tersebut. Saat Zulkarnain memberi anggukan, Harry menjawab, "kami masih mengkaji dan akan menindaklanjuti laporan dari KPK," ujarnya di Gedung BPK RI, Rabu (11/3).
Menurut Zulkarnain, kerugian negara dari kasus haji belum bisa ditaksir lantaran telah terjadi perpanjangan rentang waktu dalam perkara tersebut. Dalam pengembangan penyidikan, kasus yang diduga terjadi pada rentang 2012-2013 itu rupanya juga terjadi pada rentang 2010-2011.
Dengan kata lain, kata Zul, telah terjadi perpanjangan waktu yang pada akbirnya berdampak pada pengaruh kerugian negara. Zul mengatakan KPK sudah memiliki taksiran kerugian negara pada temuan awal. "Tapi jumlahnya saya tidak ingat pasti," ujar Zul.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Besar kerugian negara dalam kasus haji menjadi buah pertanyaan lantaran hal itu menjadi salah satu alasan yang mendasari tim kuasa hukum Suryadharma mengajukan gugatan praperadilan.
Menurut kuasa hukum Suryadharma, Andreas Nahot Silitonga, penetapan tersangka merupakan hasil dari proses penyelidikan sebagaimana termaktub dalam KUHAP. Dengan kata lain, pemaparan alat bukti yang menjadi sangkaan seharusnya telah rampung, termasuk besaran kerugian negara.
"Namun sejak Pak SDA ditetapkan sebagai tersangka pada 22 Mei 2014, nilai kerugian negara itu tidak pernah terungkap," kata Andreas di Gedung KPK, Selasa siang (24/2).
Sejak Suryadharma jadi tersangka, kata Andreas, penyidik KPK menggelar proses penyidikan secara maraton hingga memeriksa sekitar 50 saksi. Dalam sejumlah kesempatan, KPK pun menyatakan bahwa penyidikan kasus Suryadharma telah mencapai 50 persen dan masih mengumpulkan bukti-bukti pendukung.
Sampai akhirnya pada tanggal 14 Januari 2015, Andreas mendapati Komisoner (nonaltif) KPK Bambang Widjojanto mengeluarkan pernyataan bahwa kerugian negara yang diakibatkan oleh Suryadharma masih belum dapat dihitung.
"Jadi yang membedakan kasus korupsi dengan yang lainnya adalah kerugian negaranya. Bagaimana orang ditetapkan tersangka tapi kita belum tahu kerugian negaranya berapa," ujar Andreas.
(sip)