Pasien Cuci Darah Tuntut Peran BPJS dalam Menjamin Pembiayaan

Basuki Rahmat N | CNN Indonesia
Senin, 16 Mar 2015 06:10 WIB
Penderita cuci darah yang tergabung Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia menuntut empat perubahan kepada BPJS.
Pasien saat mengantre untuk pemeriksaan di Puskesmas Tebet, Jakarta, Kamis, 11 Maret 2015. Puskesmas Tebet pada April depan rencananya akan diubah menjadi RSUD tipe D terkait program BPJS. CNN Indonesia/Adhi Wicaksono.
Jakarta, CNN Indonesia -- Para penderita cuci darah khususnya yang tergabung Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia mengeluhkan peran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan dalam menjamin pembiayaan hemodialisa.

Keluhan yang dituangkan dalam bentuk pernyataan sikap ini disampaikan dengan mengambil momentum peringatan Hari Ginjal se-dunia yang jatuh pada Kamis pekan kedua Maret ini.

Ketua Komunitas Pasien Cuci Darah Indonesia Toni Samosir menuturkan, biaya yang dicover BPJS untuk pasien cuci darah terutama yang di rumah sakit swasta masih memberatkan pasien. “Karena itu pihak pasien menuntut untuk dilakukan perubahan kebijakan,” kata Toni saat dihubungi CNN Indonesia, Ahad malam (15/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Sejumlah perubahan yang dituntut yaitu pertama menyangkut pemberian therapy erytropoitin secara rutin setiap cuci darah. Selama ini BPJS hanya mengcover sekali dalam sebulan. Dengan pemberian terapi yang rutin akan membuat Hemoglobin (Hb) pasien dalam kondisi normal.

“Hb rendah membuat pasien terancam jiwanya. Terapi erytropotin sekali suntik memakan biaya minimal Rp 250 ribu,” kata Toni.

Kedua, menjamin pembiayaan transfusi darah sepenuhnya. Selama ini, ujar Toni, BPJS hanya membiayai satu kantong darah. “Pasien yang Hb-nya di bawah 7 membutuhkan tiga kantong darah. Satu kantong darah sekarang membutuhkan biaya sekitar Rp 300 ribu,” ungkap dia.

Tuntutan perubahan yang ketiga yaitu menjamin sepenuhnya biaya tes laboratorium selama diperlukan. “BPJS selama ini hanya mengcover sebulan sekali pemeriksaan Hb,” ucap Toni.

Toni menjelaskan, pemeriksaan tes darah lebih menyeluruh membuat kondisi pasien terus termonitor. Biaya tes darah untuk mengetahui apakah pasien terinfeksi hepatitis dan HIV sebesar Rp 1 juta.

Adapun tuntutan keempat yakni BPJS harus memprioritaskan program dan mengkampanyekan transplanstasi ginjal. Menurut Toni, program ini jauh lebih menghemat daripada membiayai cuci darah selama hidup pasien. “Dari sisi pasien program ini akan memberi harapan kehidupan yang lebih optimal,” ujar dia.

Toni menambahkan, ia dan ratusan pasien cuci darah di Jakarta Kidney Center (JKC) selama ini merasakan peran BPJS Kesehatan maih belum optimal dalam membantu para pasien. “Sebenarnya banyak keluhan lainnya tapi yang terpenting empat tadi itu,” kata Toni yang mengaku pernah menyampaikan keluhan tersebut ke kantor BPJS pusat tapi tidak ditanggapi.

(obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER