Soal Obat Dibatasi, Rieke: BPJS Kesehatan itu Sifatnya Sosial

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Rabu, 11 Mar 2015 15:58 WIB
Menurut anggota Komisi IX DPR RI Rieke Diah Pitaloka pembatasan pemberian obat bagi pengidap gangguan jiwa kesalahan pihak rumah sakit.
Sejumlah pasien Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan antre menunggu giliran pemeriksaan mata di Poliklinik Mata Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Tarakan, Jakarta, Kamis, 30 Oktober 2014. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Anggota Komisi IX DPR Rieke Diah Pitaloka meminta pihak Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk melaksanakan program layanan secara lebih optimal. Hal tersebut disampaikan menyusul adanya laporan pengaduan dari organisasi pengidap gangguan jiwa, Perhimpunan Jiwa Sehat, kepada DPR atas buruknya layanan BPJS Kesehatan.

Rieke berpendapat kejadian sebagaimana dilaporkan Perhimpunan Jiwa Sehat tidak bisa ditoleransi terjadi di rumah sakit pemerintah. "Perlu diingat ini adalah sistem jaminan kesehatan yang bersifat sosial bukan komersial," kata Rieke ditemui di gedung DPR, Rabu (11/3).

Sebagai langkah solutif, dia berpendapat mestinya ada keputusan presiden agar pemenuhan kebutuhan obat dapat berjalan sebagaimana mestinya. Kementerian Kesehatan, kata Rieke, juga diminta untuk dapat memfasilitasi sarana, prasarana dan sumber daya yang diperlukan untuk kesehatan jiwa seluruh masyarakat di Indonesia.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kejadian ini lampu merah bagi kami semua. Apakah kejadian ini hanya terjadi di RSCM atau juga di RS lainnya? Bila ada kejadian serupa silahkan langsung laporkan ke saya, " katanya.

Menanggapi hal ini, Kepala Humas BPJS Kesehatan Irfan Humaidi menyatakan BPJS Kesehatan tidak pernah mengeluarkan kebijakan soal pembatasan obat. Menurutnya, semua pengobatan ditanggung BPJS Kesehatan.

"Mekanisme pemberian obat itu tergantung tiap RS. Yang penting dari kami adalah dapat membayarnya secara penuh," kata Irfan kepada CNN Indonesia.

Menurutnya, tiap RS punya cara masing-masing dalam memberikan obat ke pasien. "Untuk obat tertentu mungkin memang perlu diberikan dua minggu dulu. Namun, seharusnya obat selama sebulan diberikan," katanya.

Lebih lanjut, Irfan menyarankan agar pasien gangguan jiwa berobat ke RS khusus gangguan jiwa. "RS Jiwa pasti punya sistem khusus sehingga lebih memungkinkan obat bisa diantar ke panti laras," katanya.

Ia menyarankan bila kondisi memang tidak memungkinkan bagi penderita untuk mengambil sendiri obatnya, pihak keluarga sebaiknya melakukan komunikasi dengan pihak RS.

Sebelumnya, Pendiri Perhimpunan Jiwa Sehat, Yeni Rosa Damayanti, mendatangi DPR untuk melaporkan pengaduan masyarakat terkait pembatasan pemberian obat bagi pengidap gangguan jiwa. Layanan BPJS Kesehatan pada tahun ini, katanya, dinilai diskriminatif dan tidak sensitif, yakni dengan membatasi pemberian obat hanya selama dua minggu dan meminta pengidap gangguan jiwa mengambil obat sendiri ke rumah sakit.
(utd)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER