Jakarta, CNN Indonesia -- Direktur Pelayanan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Fajriadinur menyatakan pihaknya akan mengoptimalkan rujukan berjenjang agar tahap pengobatan peserta BPJS Kesehatan dapat berjalan lebih efektif.
Sistem rujukan pelayanan kesehatan dilaksanakan secara berjenjang sesuai dengan kebutuhan medis. Pada pelayanan tingkat pertama, peserta BPJS Kesehatan dapat berobat ke fasilitas kesehatan primer seperti pusat kesehatan masyarakat (puskesmas), klinik atau dokter keluarga yang tercantum pada kartu peserta BPJS Kesehatan.
Apabila memerlukan pelayanan lanjutan oleh dokter spesialis, barulah peserta BPJS Kesehatan dapat dirujuk ke fasilitas kesehatan tingkat kedua atau fasilitas kesehatan sekunder. Rujukan ini hanya diberikan jika peserta BPJS Kesehatan membutuhkan pelayanan kesehatan spesialistik.
"Sistem rujukan berjenjang sebenarnya sudah ada sejak dulu. Namun, sekarang harus diterapkan dengan lebih konsekuen dengan adanya program Jaminan Kesehatan Nasional," kata Direktur Jenderal Bina Upaya Kesehatan (BUK) Kementerian Kesehatan Akmal Taher saat konferensi pers di kantor BPJS Kesehatan, Cempaka Putih, Jakarta Pusat, Kamis (26/3).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Adapun, per Februari 2015, jumlah fasilitas kesehatan tingkat primer (FKTP) yang bekerjasama dengan BPJS Kesehatan adalah 18.856 FKTP. Dari jumlah tersebut, sebanyak 4.143 merupakan dokter praktik perorangan, 569 klinik Polri, 2.569 klinik pratama, 751 klinik TNI, 1.011 dokter gigi praktik perorangan, 9.805 puskesmas dan delapan Rumah Sakit D Pratama.
Agar pola rujukan itu semakin efektif, BPJS Kesehatan menunjuk 20 RS sebagai RS Provinsi, yang terdiri dari satu RS kelas A, 14 RS kelas B, tiga RS kelas C, dan dua RS kelas D.
Sementara itu, ada 110 RS Regional terdiri dari tiga RS kelas A, 48 RS kelas B, 52 RS kelas C, dan tujuh RS kelas D.
Dengan adanya RS Provinsi dan RS Regional tersebut, diharapkan pasien tidak lagi menumpuk di RS Nasional. "Di RS Cipto Mangunkusumo, pasien yang berasal dari Jakarta hanya sekitar 60 persen. Sisanya dari luar Jakarta," kata Akmal.
Akmal mencontohkan RS Gunung Jati Cirebon yang ditetapkan menjadi RS Regional. Dengan adanya pola rujukan berjenjang, RS itu jadi rujukan bagi lima kabupaten di sekitarnya. "Dengan begitu, pasien nyaman karena tempat berobatnya dekat dan RS juga lebih dapat menangani," katanya.
Di sisi lain, Ketua Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Chazali Situmorang berpendapat sistem rujukan tersebut belum berjalan dengan lancar sepenuhnya. "Namun, ini perlu agar RS tidak kewalahan menangani semua peserta BPJS Kesehatan," katanya.
Menurut Chazali, ada tiga pihak yang berperan agar sistem rujukan berjenjang bisa berjalan dengan baik, yaitu pemerintah, BPJS Kesehatan dan pasien. "Ini harus ditata secara baik dengan kerja sama semua pihak. Tidak bisa menyalahkan satu pihak saja," katanya. Pasien juga harus teredukasi dengan baik agar dapat mengikuti peraturan yang ada.
Di sisi lain, Kepala Pusat Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Kemenkes Donald Pardede menyatakan nantinya RS Regional akan ditambah hingga mencapai 168 RS untuk membuat pelayanan BPJS Kesehatan semakin efektif. "Selain itu, juga akan ada 14 RS Nasional," kata Donald.
Sebanyak 14 RS Nasional itu akan tersebar di beberapa provinsi di Indonesia. "Jadi, rujukan nasional itu nantinya tidak semuanya ke RSCM, tetapi ke ibukota provinsi saja sudah termasuk rujukan nasional," katanya.
(utd)