Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana sudah diingatkan sistem Payment Gateway bertentangan dengan peraturan Menteri Keuangan. Motif Denny tetap melanjutkan program ini, menurut Mabes Polri, diduga memang untuk melakukan korupsi.
"Kalau sudah ditetapkan tersangka ya berarti sudah ada dugaan ke arah sana (korupsi)," kata Kepala Bagian Penerangan Umum Komisaris Besar Rikwanto di Mabes Polri, Jakarta, Kamis (26/3).
Dia melanjutkan, program itu sudah jelas tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Namun, Denny tetap melaksanakannya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini kan ada yang tidak sesuai dengan peraturan yang ada. Dan dengan ada dua vendor yang menampung dana juga sudah tidak betul," katanya.
Kementerian Keuangan pun, menurut Rikwanto, tidak memberikan izin untuk menjalankan program ini. Diketahui Kementerian Keuangan sudah mempunya sistem serupa yang disebut Simponi.
Hal ini berseberangan dengan yang diungkapkan kuasa hukum Denny, Heru Widodo. Heru menyatakan Kementerian Keuangan sebenarnya sempat memberikan izin.
"Singkatnya dalam beberapa rapat koordinasi disepakati Kemenkumham tetap diberikan ruang transisi untuk (payment gateway) dijalankan," kata Heru.
Ruang transisi yang dimaksud adalah waktu untuk terus menjalankan sistem pembayaran elektronik tersebut sebelum sistemnya terhubung dengan sistem Simponi.
Kini Denny sudah ditetapkan sebagai tersangka. Ia dijerat dengan pasal Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 dan Pasal 23 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999 tentang pemberantasan tindak pidana korupsi juncto Pasal 421 KUHP juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
(pit)