Kasus yang Menjerat Denny Indrayana Dinilai Penuh Rekayasa

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Kamis, 26 Mar 2015 12:20 WIB
Penetapan Denny Indrayana sebagai tersangka dalam kasus payment gateway juga dianggap tidak memiliki dasar yang jelas
Denny Indrayana (tengah) bersama tim penasehat hukumnya saat menjawab pertanyaan wartawan sebelum memasuki gedung Bareskrim Polri, Jakarta, Kamis (12/3). ANTARA FOTO/Reno Esnir
Jakarta, CNN Indonesia -- Proses penetapan tersangka yang dilakukan Badan Reserse dan Kriminal Mabes Polri terhadap mantan Wakil Menteri Hukum dan HAM Denny Indrayana diduga penuh dengan praktik maladministrasi oleh Koalisi Masyarakat Sipil Anti Kriminalisasi.

Kesamaan waktu keluarnya laporan pihak kepolisian dengan nomor LP/226/II/2015/Bareskrim dan surat perintah penyidikan (sprindik) tertanggal 24 Februari 2015 terhadap Denny dipandang telah melanggar Pasal 1 angka 2 dan angka 5 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang KUHAP dan Pasal 4 dan Pasal 15 Peraturan Kapolri Nomor 14 tahun 2012.

"Ada maladministrasi atau kita sebut dengan istilah rekayasa kasus dalam kasus Denny Indrayana. Banyak maladministrasi dalam proses pelaporan dan dimulainya penyidikan dalam kasus Denny oleh pihak kepolisian," ujar kuasa hukum Denny, Nurkholis Hidayat, dalam konferensi pers di Kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI), Jakarta, Kamis (26/3).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Selain dugaan banyaknya maladministrasi yang terjadi, penetapan Denny sebagai tersangka dalam kasus payment gateway juga dianggap tidak memiliki dasar yang jelas oleh koalisi yang terdiri dari beberapa lembaga masyarakat tersebut.

Menurut Peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Bivitri Susanti, kerugian negara dalam proyek payment gateway tidak pernah terjadi karena seluruh dana yang diperoleh dalam proyek tersebut telah dikembalikan ke rekening negara.

"Tidak ada kerugian negara sebesar Rp 32,4 miliar yang dilaporkan Badan Pemeriksa Keuangan soal pembayaran Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP). Seluruh dana tersebut sudah disetor ke rekening negara. Tidak ada juga rekomendasi dari BPK untuk menyerahkan kejanggalan dalam penerapan payment gateway kepada pihak kepolisian sampai saat ini," ujar Bivitri membeberkan.

Selasa (24/3) lalu, Mabes Polri mengumumkan Denny Indrayana resmi ditetapkan sebagai tersangka. Penetapan tersangka ini dilakukan berdasarkan gelar perkara yang dilaksanakan Minggu (22/3). Denny dijerat dengan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 KUHP tentang Penyalahgunaan Wewenang.

Mabes Polri menyebut Denny berperan sebagai pengatur vendor dalam kasus dugaan korupsi payment gateway di kementeriannya. "Peran Pak Denny itu beliau yang menyuruh melakukan dan memfasilitasi vendor sehingga proyek ini terlaksana," kata Kepala Divisi Humas Brigadir Jenderal Anton Charliyan di Mabes Polri, Jakarta, Rabu (25/3).

Sebelumnya kepada CNN Indonesia, pengacara Denny Indrayana, Heru Widodo, menyanggah kliennya sebagai otak pemenangan vendor proyek payment gateway di kementerian yang dipimpinnya.

"Tidak ada persoalan tentang pemilihan pemenang vendor. Jelas bahwa Wakil Menteri tidak pernah ketemu dengan perusahaan yang menang beauty contest," ujar Heru kemarin. Heru menambahkan, kliennya justru bertemu dengan para vendor saat akan menghentikan proyek tersebut atas arahan Kementerian Keuangan. (obs)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER