Jakarta, CNN Indonesia -- Koordinator BPJS Watch Indra Munaswar menyatakan masih banyak rumah sakit yang tidak taat aturan dalam melaksanakan program Jaminan Kesehatan Nasional.
Akibatnya, banyak pasien yang mengeluh karena masih harus mengeluarkan uang sendiri dari koceknya untuk membayar pengobatan.
"Misalnya soal obat. Beberapa pasien harus keluar banyak biaya untuk membeli obat. Padahal, seharusnya ditanggung Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan," kata Indra di sela diskusi mengenai pelaksanaan BPJS Kesehatan, di Jakarta, Kamis (2/4).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dia mengimbau, BPJS Kesehatan sebaiknya tidak lagi menoleransi kesalahan serupa yang dilakukan RS. "Mereka harus diberi sanksi," ujarnya.
Senada dengan Indra, anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Anshori berpendapat pelayanan BPJS Kesehatan ke masyarakat kerap kali tidak mengalir dengan baik.
"Meski begitu, kami berpendapat banyak pula hal positif yang dikerjakan BPJS Kesehatan," katanya.
Dia menyebut, ada 600 RS swasta yang belum bekerjasama dengan BPJS Kesehatan. Menurutnya, hal itu juga menyebabkan pelayanan BPJS Kesehatan kurang optimal.
Apalagi, BPJS Kesehatan juga dinilai kesulitan mendapatkan data dari RS swasta terkait biaya pengobatan. Data tersebut juga digunakan untuk penyusunan tarif dalam INA-CBGs.
"Selain itu, DJSN juga meminta agar BPJS Kesehatan punya sistem monitoring yang baik. Saat ini, catatannya sangat manual sehingga tidak bisa kami pantau secara optimal," katanya.
Anshori juga menyoroti masalah obat yang harus dibeli sendiri oleh pasien. Bukannya memperoleh obat secara gratis, pasien justru harus mengeluarkan uang sendiri untuk membeli obat.
"Resep itu seharusnya diberikan ke apotek bukan pasien. Karena selama ini diberikan ke pasien, makanya jadi beli. Ini salah satu persoalan sistem yang harus diperjelas," katanya.
(meg)