Pemred Situs Islam akan Gugat Kominfo-BNPT Pakai KUHP dan ITE

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Minggu, 05 Apr 2015 18:36 WIB
Sejumlah pemimpin redaksi situs islam yang diblokir oleh Kemenkominfo bakal melaporkan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana pada KUHP dan UU ITE.
Warga membuka situs media berita Islam lewat tablet di Jakarta, Selasa, 31 Maret 2015. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejumlah pemimpin redaksi situs islam yang diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) bakal melaporkan adanya dugaan pelanggaran tindak pidana pada Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) dan Undang-Undang Informasi Teknologi dan Elektronika (UU ITE) ke Kepolisian. Pelanggaran tersebut diduga dilakukan oleh pihak Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dan Kominfo.

"Kami bisa menggunakan pasal pencemaran nama baik di KUHP karena kami situs ideologis, dampaknya banyak," ujar pemred Hidayatullah, Mahladi, ketika diwawancarai usai mengisi diskusi di kantor Aliansi Jurnalis Independen (AJI), Jakarta, Minggu (5/4).

Merujuk Pasal 317 Ayat 1 KUHP, siapa pun dengan sengaja mengajukan pengaduan atau pemberitahuan palsu kepada penguasa, baik secara tertulis maupun untuk dituliskan, tentang seseorang sehingga kehormatan atau nama baiknya terserang, diancam karena dengan pidana penjara paling lama empat tahun. Dalam kasus ini, BNPT selaku pihak pelapor yang merekomendasikan pemblokiran 22 situs islam diduga melanggar pasal tersebut.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kami sudah melaporkan banyak data dan situs kami maskh diblokir. Kalau hanya dua berita (yang negatif), kenapa tidak minta dihapus saja? Kami bersedia," ujarnya.

Kini, tim pemred tengah berkoordinasi dengan sejumlah pengacara. Mereka tengah menganalisis celah hukum lain yang dapat digunakan untuk memidanakan Kominfo. "Masalahnya ada tata kelola yang tidak dilakukan Kominfo saat memblokir. Kami akan menggunakan pasal di UU ITE. Kami korban stigma negatif dan ada nilai yang merugikan. Mengapa Kominfo tidak melakukan evaluasi dan menghubungi kami?" tanyanya.

Sementara itu, Kepala Komisi Hukum Dewan Pers Yoseph Adi Prasetyo alias Stanley menjelaskan media-media tersebut bukan produk jurnalistik. Alhasil, ketika melakukan gugatan, tak dapat menggunakan UU Nomor 41 Tahun 1999 tentang Pers sebagai dasar gugatan. "Tidak bisa memakai UU Pers sebagai lex spesialis. Kalau mereka memang produk jurnalistik, bisa," ujar Stanley usai diskusi.

Apabila mereka produk jurnalistik, maka Dewan Pers memiliki kewajiban untuk mengayomi mereka dengan beragam standar penulisan dan etika profesi. "Kalau mereka diadukan ke polisi, polisi yang memproses. Kalau ke Dewan Pers, kami yang memproses," ujarnya.

Gugatan Meja Hijau

Lebih lanjut, pemred situs islam tersebut juga tengah menyiapkan jurus perlawanan hukum melalui meja hijau. Pihaknya akan menggunakan dua jalur, yakini pengadilan perdata dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

"Perdata, kami mengugat Menkominfo dan kami masih mengkaji kesalahan dari Kominfo. Tapi jelas ada tata kelola yang tidak sesuai," kata Mahladi. Kominfo dinilai tak melakukan klarifikasi dengan 22 situs islam sebelum mereka meminta Internet Service Provider (ISP) untuk mematikan situs tersebut.

"Ada juga kemungkinan menggugat ke PTUN. Yang digugat surat yang ditujukan dari Kominfo ke ISP. Surat tidak melalui proses dalam Permen Nomor 19 Tahun 2014," tuturnya.

Mahladi menegaskan seluruh upaya hukum akan dilakukan jika Kominfo tak segera mencabut. Mereka akan menunggu proses pemanggilan oleh Komisi I DPR dan pembahasan dengan seluruh para pihak. "Kami melihat perkembangannya. Secepatnya, tapi mungkin kalau ada satu media yang tidak sabar, dipersilakan untuk mengugat atas nama sendiri," katanya. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER