Tanggapi Akbar Faisal, Yanuar: Saya Bukan Lulusan Harvard

Resty Armenia | CNN Indonesia
Selasa, 07 Apr 2015 20:52 WIB
Deputi II Staf Kepresidenan Yanuar Nugroho menegaska yang utama adalah orang di dalam Staf Kepresidenan memenuhi kualifikasi sesuai posnya.
Yanuar Nugroho dan Darmawan Prasodjo di lorong depan Kantor Presiden, Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (31/3). (CNN Indonesia/Resty Armenia)
Jakarta, CNN Indonesia --

Deputi II Bidang Pengelolaan dan Kajian Program Prioritas di Kantor Staf Kepresidenan, Yanuar Nugroho, menanggapi surat legislator NasDem yang juga mantan Deputi Tim Transisi Jokowi-JK, Akbar Faisal yang mengatakan bahwa kantor yang dipimpin Luhut Binsar Panjaitan itu terlalu mengagungkan lulusan luar negeri, khususnya Harvard University.

Yanuar mengaku menjawab surat Akbar itu melalui diskusi di grup tertutup. Namun, ia tidak tahu bagaimana caranya surat tersebut bisa beredar luas di media sosial.

"Saya jelaskan saja, enggak semua (pejabat di Kantor Staf Kepresidenan) lulusan luar negeri. Saya juga bukan lulusan Harvard kok. Memangnya harus Harvard? Ya enggak lah," ujar Yanuar di Kompleks Istana Kepresidenan, Selasa (7/4).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurut Yanuar, Kantor Staf Kepresidenan memang bertugas untuk memastikan bahwa seluruh janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) terkait program pembangunan bisa terlaksana dengan baik. Dengan pekerjaan seberat dan sebanyak itu, maka diperlukan orang-orang yang memenuhi kualifikasi untuk bisa mengisi pos-pos di kantor tersebut. Orang-orang itu tidak harus lulusan universitas luar negeri.

"Jadi kami tarik semua yang berkompetensi. Kantor kami kecil kan. Ini bukan kementerian teknis, itu yang paling penting. Jadi tugas kami memfasilitasi, membantu kementerian bekerja. Jadi kompetensi apapun enggak harus luar atau dalam negeri. Enggak harus Harvard. Saya bukan Harvard, SD (Sekolah Dasar) saya gedek (gubuk)," ujar dia.

Ihwal sindiran Akbar yang menyebut bahwa Kantor Staf Kepresidenan diisi orang-orang yang 'tidak berkeringat' pada masa kampanye pilpres Jokowi-JK tahun lalu, Yanuar mengaku tidak merasa tersindir. Pasalnya, pada saat pilpres, dirinya tengah sibuk dengan tugasnya sebagai Direktur Unit Kerja Presiden Bidang Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4).

"Waktu itu kan saya di UKP4, saya enggak ikut itu. Saya enggak merasa Beliau menyindir saya," ujar dia.

Sebelumnya, di media sosial tersebar bocoran tulisan panjang Akbar Faizal. Dalam tulisan itu, Akbar mencurahkan isi hatinya kepada Yanuar Nugroho terkait rencana pengangkatan beberapa alumnus Universitas Harvard untuk mengisi posisi di Kantor Staf Kepresidenan.

Berikut curahan hati Akbar Faizal kepada Yanuar:

Saya sebenarnya pernah ingin mempersoalkan lembaga bernama Kastaf (Kepala Staf Kepresidenan) ini, sebab sejujurnya tak ada dalam perencanaan kami di Tim Transisi dulu. Sekadar menginfokan ke Anda Mas, bahwa Tim Transisi itu dibentuk Pak Jokowi untuk merancang pemerintahan yang akan dipimpinnya.

Tapi saya sungguh tak nyaman mempersoalkan itu sebab akan dituding macam-macam. Misalnya, “Akh... itu karena AF (Akbar Faisal) kecewa tidak jadi menteri dan lain lain.”

Padahal masih banyak lagi sebenarnya yang ingin saya pertanyakan, termasuk surat Presiden ke DPR tentang Komjen Budi Gunawan yang disusul kontroversi lainnya.

Ke mana para pemikir tata negara di sekitar Pak Jokowi sekarang? Yang kudengar selanjutnya malah pengangkatan Refly Harun sebagai Komisaris Utama Jasa Marga. Mungkin Bu Rini anggap Refly sangat paham soal tol karena setiap hari melalui macetnya –persoalan yang Pak Jokowi katakan dulu akan lebih mudah menyelesaikannya sebagai presiden ketimbang Gubernur DKI– dari rumahnya (Refly) di Buaran sana.

Mas Yanuar, sebagai anggota DPR pendukung pemerintah dan Insya Allah punya peran (meski sangat kecil) terhadap kemenangan Jokowi-JK, saya ingin kalian di Istana fokus pada tugas yang lebih membumi.

Misalnya, jangan biarkan kami di DPR dihajar bagai sandsack (karung latihan tinju) oleh orang-orang Prabowo dalam kasus kebaikan tunjangan mobil pejabat, hanya karena kalian tak mampu berkomunikasi dengan kami di DPR (atau parpol pendukung).

Ini juga satu soal sendiri karena terbaca dengan kuat kalau kalian di ring 1 Presiden kini sukses melakukan deparpolisasi dan atau gagal meyakinkan publik akan seluruh keputusan-keputusan presiden/pemerintah.

Soal sesepele ini tak perlu kualitas Harvard. Saya merasa mengenal beberapa orang di Istana Negara tempat Anda berkantor sekarang (yang bisa menangani), entah apa mereka masih mengenal saya sekarang. Tapi saya nggak memikirkannya.

Saya hanya minta kalian di sana berhenti melakukan hal yang tak perlu seperti deklarasi soal Harvard yang akan masuk Istana itu.

Sekali lagi, saya sebenarnya tak perlu menulis panjang lebar seperti ini hanya untuk menanggapi soal Harvard ini. Tapi saya harus lakukan karena menurutku kalian makin jauh dari seluruh rencana awal kita. Dan sayangnya, seluruh rencana awal itu saya pahami dan terlibat di dalamnya.

Saya sekuat mungkin berusaha menghindari kalimat-kalimat keras untuk memahami apa yang kalian lakukan di sana. Tapi sepak terjang kantor Mas Yanuar bernama Kastaf Kepresidenan itu makin jauh.

Terakhir, saya sarankan agar menahan diri dalam memberikan masukan ke Presiden. Jangan racuni pikiran Presiden yang polos ini dengan permainan yang dulu kami hindarkan beliau lakukan meski kadang gregetan lihat langkah-langkah tim Prahara.

Terkhusus dengan Pak Jusuf Kalla, saya minta kalian berikan rasa hormat.

Tanggal 9 Juli lalu, 53 persen penduduk Indonesia memilih Jokowi-JK dan bukan Jenderal Luhut Binsar Pandjaitan. Apalagi Anda-Anda yang bergabung belakangan.

Selamat berakhir pekan.

Jakarta, Sabtu, 4 April 2015

(hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER