Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Megawati Soekarnoputri dalam pidato Kongres IV di Bali kemarin memperingatkan agar para kader partai berlambang banteng itu tidak oportunis. Mega juga menyebut soal penumpang gelap yang awalnya bagian pendukung dari Jokowi saat Pilpres lalu.
Kepala Kantor Staf Kepresidenan Luhut Binsar Panjaitan tidak merasa dirinya sebagai orang yang disebut oportunis atau penumpang gelap sebagaimana yang disebutkan Mega dalam pidatonya.
"Masa saya oportunis? Masa saya prajurit dari bawah (disebut) oportunis?" ujar Luhut di Bina Graha, Jakarta Pusat, Jumat (10/4). (Baca juga:
Megawati Ingatkan Janji Suci Jokowi)
Luhut menuturkan, dirinya adalah prajurit yang memiliki martabat. Ia pun mengaku selalu menghormati Megawati sebagai orang yang pernah menjadi pimpinannya ketika putri Soekarno itu menjabat sebagai presiden. "Saya prajurit yang punya dignity, saya menghormati Ibu Mega sebagai mantan bos saya dan sebagai mantan presiden," kata dia. (Baca juga:
Kantor Kepresidenan Diisi 70 Orang Dianggap Luhut Ramping)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Luhut mengaku paham mengapa dirinya tidak diundang dalam kongres yang juga dihadiri oleh Presiden Joko Widodo (Jokowi), Wakil Presiden Jusuf Kalla, dan para petinggi partai Koalisi Indonesia Hebat itu. "Saya kan bukan anggota PDIP," ujar dia.
Seperti diberitakan, saat ini seluruh kader dan pengurus PDIP dari berbagai daerah di Indonesia memang tengah berada di Sanur, Bali, untuk mengikuti Kongres IV yang kemarin telah mengukuhkan kembali Megawati Soekarnoputri sebagai ketua umum.
Sebelumnya, politisi PDIP, Maruarar Sirait menilai peringatan Megawati dalam pidato itu adalah hal yang wajar. Di setiap partai politik, kata dia ada yang berjuang, berkeringat, serta tulus. Namun di setiap partai pun pasti selalu ada penumpang gelap," ujar Ara, begitu dia biasa disapa saat ditemui di Bali. "Saya rasa itu (pidato Megawati) adalah peringatan wajar. Saya pikir ada kelebihan dan kekurangannya Ibu Mega mengingatkan," katanya menambahkan.
Namun meski menganggap hal tersebut sebagai sesuatu yang wajar, Ara menegaskan PDI Perjuangan harus bisa mengidentifikasi dengan jelas siapa orang-orang yang termasuk dalam penumpang gelap tersebut. Menurutnya, jangan sampai ada yang bekerja keras dianggap penumpang gelap sementara yang tidak melakukan apa-apa disebut berjuang.
Ara menambahkan identifikasi sangat penting dalam prosesnya sehingga nantinya bisa menemukan akar permasalahannya. "Jangan sampai yang berkeringat dibilang penumpang gelap, tapi yang tak melakukan apa-apa dianggap berjuang," ujarnya. "Yang penting adalah bagaimana kita bisa mengidentifikasi yang jelas. Identifikasi sangat penting dalam proses sehingga kita bisa menemukan akar masalahnya," katanya. (Baca juga:
Relawan Jokowi Berang, Sebut Staf Presiden Diisi Timses Lawan)
Saat pidato politik pembukaan Kongres, Megawati memang beberapa kali menyebut para penumpang gelap, oportunis politik yang akan masuk di PDIP. Mega menyebut, pemilu secara langsung membawa konsekuensi pengerahan tim kampanye, relawan, dan berbagai kelompok kepentingan, dengan mobilisasi sumber daya. Dia menilai itu wajar ketika untuk pemimpin terbaik bangsa.
Namun praktik yang berlawanan kerap terjadi. Mobilisasi kekuatan tim kampanye, lanjut Mega sangatlah rentan ditumpangi kepentingan. “Kepentingan yang menjadi “penumpang gelap” untuk menguasai sumber daya alam bangsa. Kepentingan yang semula hadir dalam wajah kerakyatan, mendadak berubah menjadi hasrat kekuasaan. Inilah sisi gelap kekuasaan saudara-saudara,” katanya.
Soal penumpang gelap ini, tutur Mega ini tidak berdiri sendiri. Di sana, ada simbiosis kekuatan anti partai dan kekuatan modal, yang berhadapan dengan gerakan berdikari. Mereka adalah kaum oportunis. Mereka tidak mau berkerja keras membangun partai. “Mereka tidak mau mengorganisir rakyat, kecuali menunggu, menunggu, dan selanjutnya menyalip di tikungan saudara-saudara,” kata Mega.
(hel)