Kongres PDIP: Transisi Simbolik Kepemimpinan Megawati

Helmi Firdaus | CNN Indonesia
Jumat, 10 Apr 2015 09:36 WIB
Megawati harus memberikan tanda siapa pemimpin masa depan PDIP dalam kongres kali ini.
Ketua Umum PDI Perjuangan Megawati Soekarnoputri (kiri) dan putrinya Puan Maharani (kanan) menghadiri acara ramah tamah sebelum Kongres IV PDI Perjuangan di Hotel Inna Grand Bali Beach, Bali, Rabu (8/4). (ANTARA/Andika Wahyu)
Jakarta, CNN Indonesia -- Dinamika Kongres IV PDIP mulai terasa hari ini. Persoalannya bukan siapa ketua umum yang milik Megawati Soekarnoputri, tetapi pada siapa Mega akan memberikan tongkat kepemimpinannya.

Kongres ini akan jadi peristiwa simbolis regenerasi kepimimpinan partai berlambang banteng moncong putih ini. “Kongres ini adalah transisi dari Mega ke pemimpin masa depan PDIP,” kata pengamat politik dari Lembaga Survei Indonesia (LSI) Dodi Ambardi kepada CNN Indonesia, Jumat (10/4).

Mega, terang Dodi, sudah pasti tahu bahwa dirinya tidak akan bisa memimpin PDIP selamanya. Dia harus menyiapkan penggantinya dan itu sudah dilakukan. Secara politis, Mega sudah melakukan itu dengan memberikan kesempatan pada generasi muda PDIP.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Contoh yang paling nyata adalah apa yang terjadi pada Jokowi dan Ganjar Pranowo serta anaknya Puan Maharani. Namun, estafet tongkat kepemimpinan itu harus ada juga secara resmi struktural di kepengurusan partai. “Makanya itu disiapkanlah posisi wakil ketua umum,” lanjut Dodi yang juga dosen politik di Univeristas Gadjah Mada.

Posisi wakil ketua umum, terang Dodi, belum pernah ada di PDIP sebelumnya. Posisi kedua setelah umum di PDIP adalah sekjen. Namun demi mulusnya regenerasi, maka dimunculkan posisi ini.

Kemunculan posisi wakil ketua umum, disebut Dodi, bukan semata urusan regenerasi, tetapi juga berkaitan dengan upaya Mega untuk memuluskan trah Soekarno tetap memimpin kandang banteng yang kali ini berada di kekuasaan. Posisi wakil ketua umum ini bagaikan panggung yang luas untuk mengatur operasional PDIP. ‘Kali ini, panggung itu bukan sekjen,” tuturnya.

Wakil ketua umum memungkinkan seseorang bisa memiliki beban kerja yang lebih ringan dari pada sekjen namun dengan kewenangan yang lebih luas. Posisi ini tampaknya juga untuk mengakomodasi calon pengganti Mega yang memiliki jabatan lain di luar partai yang banyak memakan waktu. Sedang sekjen, umumnya adalah orang yang memberikan semua waktu dan tenaganya untuk operasional partai. Hanya saja, kali ini kewenangannya dikurangi demi regenerasi.

Soal wakil ketua umum yang tidak harus penuh mengurusi operasional partai sebagaimana sekjen namun memiliki kewenangan yang lebih luas juga disampaikan oleh Juru Bicara Fraksi PDIP DPR, Junimart Girsang.

Junimart menegaskan bahwa seorang wakil ketua umum di PDIP tidak perlu kehadiran secara fisik. Tetapi memiliki kewengan untuk menentukan hal-hal yang penting dan strategis bagi partai. (Baca juga: Jika Jadi Waketum, Fisik Puan Tak Perlu Muncul).

”Jadi siapa yang menjadi wakil ketua umum sepertinya simbolis jadi pemimpin PDIP masa depan, setidaknya usai 2020,” tutur Dodi.

Sampai saat ini, berdasarkan perkembangan yang muncul di arena kongres, selain wacana soal wakil ketua umum, muncul pula wacana soal posisi ketua harian. Posisi ketua harian ini juga sebelumnya tidak pernah ada dalam struktur kepengurusan di PDIP.

Masih belum diputuskan, apakah nanti kedua posisi itu akan sama-sama ada di PDIP, atau hanya salah satu saja. Dodi menegaskan, apa pun nama dari posisi itu, prinsipnya adalah posisi itu tidak memiliki beban yang berat layaknya sekjen, namun kewenangannya besar.

Anak Ideologis Soekarno yang Elastis

Untuk menentukan siapa yang jadi wakil ketua umum atau ketua harian, atau posisi yang bakal jadi pemimpin masa depan PDIP tetaplah menjadi pertempuran yang minim. Paling banter, ungkap Dodi, pertempuran itu ada dalam batin Megawati. “PDIP semuanya yang memutuskan itu Megawati,” katanya.

Minimnya pertempuran untuk menentukan pemimpin masa depan PDIP itu karena faksi di PDIP, dilihat oleh Dodi,hanya ada dua. Faksi pertama adalah mereka yang menginginkan Mega dan keturunan Soekarno untuk jadi ketua umum, dan faksi yang tidak ingin ketua umum selalu berdasarkan atas trah atau darah. Hanya saja, faksi ini hanyalah jadi bagian kecil di PDIP. (Baca juga: Budiman Sudjatmiko: PDIP Tak Wajib Dipimpin Trah Mana pun)

Pertempuran batin di Megawati itu setidaknya untuk memutuskan apakan calon pemimpin masa depan PDIP itu tetap berasal dari trah Soekarno atau siapa pun kader PDIP, asalkan mereka terbaik, memahami dan menjalankan ideologi Soekarno sebagai ideologi partai. Anak ideologis Soekarno. “Istilah anak ideologis ini elastis,” kata Dodi.

Anak ideologis itu sering dipakai Mega untuk mendisplinkan kadernya apabila sudah mulai nakal. Tetapi sering kali, istilah anak ideologis Soekarno ini adalah sekaligus turunan biologis. “Berulang kali Puan menyatakan anak ideologis itu ya anak biologis,” lanjut Dodi.

Salah satu yang mungkin menjadi pemicu pertempuran batin di Mega, papar Dodi adalah kalah matangnya sang putri, Puan Maharani dengan kader lain di PDIP, seperti Jokowi, Ganjar Pranowo, atau bahkan Pramono Anung.

Dodi mengungkapkan bahwa LSI sudah pernah melakukan survei soal siapa yang tepat mengganti Mega jadi ketua umum PDIP. Dalam survei itu, Jokowi menduduki posisi tertinggi. “Survei itu respondennya publik, bukan pengurus DPC atau DPP yang punya suara untuk memilih ketua umum. Ya percuma saja,” katanya.

Dalam pidato politik yang disampaikan oleh Mega, dia sudah mengisyaratkan bahwa regenerasi kepemimpinan adalah hal yang tidak terelakkan. Dan itu sudah mulai dipersiapkannya di kongres ini. "Partai mengganti perkakas yang lama dengan yang baru. Itu nature, tidak bisa dihindari," kata Mega.

Dengan dimatangkan dalam bimbingannya pada lima tahun ke depan, Mega ingin ketika dia pensiun, pemimpin baru PDIP akan langsung bisa membawa PDIP ke arah yang dia inginkan tanpa kehilangan dukungan mayoritas. “Harus ada aksi simbolis bahwa Mega telah menunjuk penggantinya di Kongres ini,” kata Dodi. Puan, papar Dodi, tentu tetap akan jadi kandidat utama sebagai pemimpin masa depan PDIP.

Tetapi, jika persiapan untuk membawa Puan sebagai pemimpin masa depan PDIP tidak dikelola dengan baik oleh Megawati, terbuka kemungkinan Puan hanya jadi ketua umum bayangan dalam lima tahun ke depan. Usai itu, ungkap Dodi, potensi kader terbaik PDIP untuk membentuk faksi dan mengambil alih kepemimpinan bisa terjadi.

Baca Fokus: Kongres Partai Penguasa (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER