Jakarta, CNN Indonesia -- Tahapan pemilihan kepala daerah serentak yang akan digelar 9 Desember mendatang telah dimulai Komisi Pemilihan Umum. Mengingat tenggat waktu yang pendek, ahli hukum tata negara Refly Harun meminta KPU berpegang pada Surat Keputusan Menteri Hukum dan HAM terkait keikutsertaan Partai Golkar dan Partai Persatuan Pembangunan yang belum menyelesaikan konflik kepengurusan.
"Sebelum ada putusan tetap, maka yang tercatatlah yang sah dan dapat mengajukan calon kepala daerah," ujar Refly dalam sebuah diskusi di kantor Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia, Jakarta, Selasa (28/4).
Refly mengakui sarannya ini secara politik memang terlihat menguntungkan Koalisi Indonesia Hebat. Namun ia berkata, tindakan serupa sebenarnya pernah dilakukan KPU jelang pemilihan legislatif 2009 silam.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ketika itu, Partai Kebangkitan Bangsa terpecah menjadi dua kubu, versi Muktamar Luar Biasa Ancol yang dipimpin Muhaimin Iskandar dan versi Muktamar Semarang yang dikomandoi Yenny Wahid.
"Keduanya tidak diakui tapi KPU tidak menunggu putusan pengadilan yang tetap. Akhirnya, yang diakui KPU adalah yang tercatat di Kemenkumham, Muhaimin sebagai ketua umum dan Yenny sekjen," tuturnya.
Sebelumnya pada Jumat (24/4) lalu, Komisi II DPR melalui forum rapat panitia kerja mengajukan tiga rekomendasi terkait sikap yang harus diambil KPU dalam konflik kepengurusan Golkar dan PPP.
Komisi II menyarankan, KPU sebaiknya berpegang pada putusan pengadilan terakhir soal kisruh Golkar dan PPP. Namun apabila jelang masa pencalonan pada 26 Juli belum ada putusan mengikat dan final, KPU disarankan berpatokan pada putusan pengadilan yang sudah ada.
Seperti diketahui, konflik partai beringin dan partai Kabah masih terus berlanjut di Pengadilan Tata Usaha Negara Jakarta. Saat ini Menkumham Yasonna Laoly mengajukan banding terhadap putusan PTUN yang memenangkan gugatan kubu Suryadharma Ali.
Sementara itu, gugatan kubu Aburizal Bakrie terhadap SK yang dikeluarkan Yasonna masih berproses di PTUN.
Terkait rekomendasi Komisi II ini, Refly juga punya sanggahan. "PTUN tidak menentukan siapa yang sah. Jika SK Menkumham terhadap Romi dinyatakan tidak sah, sengketa akhirnya akan kembali ke pengadilan negeri lagi untuk menentukan siapa yang sah," katanya.
(obs/obs)