Jakarta, CNN Indonesia -- Fakta yang muncul dalam sidang perdana terdakwa bekas Sekretaris Jenderal (Sekjen) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengejutkan publik. Dalam berkas dakwaan yang dibacakan Jaksa Penuntut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Waryono disebut memerintahkan pembuatan laporan pertanggungjawaban fiktif tentang sebuah kegiatan yang sebenarnya tidak pernah dilakukan.
Berdasarkan surat dakwaan Waryono yang dibacakan Jaksa Penuntut KPK di persidangan, terungkap ada 48 perusahaan yang membuat laporan fiktif tersebut dengan total duit yang mengalir Rp 4,96 miliar. Modusnya adalah, Waryono memerintahkan Sri Utami sebagai Koordinator Kegiatan Satuan Kerja Setjen ESDM untuk mengendalikan sejumlah kegiatan sosialisasi.
Kegiatan tersebut yaitu sosialisasi sektor ESDM bahan bakar minyak bersubsidi tahun 2012, sepeda sehat dalam rangka sosialisasi hemat energi 2012, dan perawatan gedung kantor Setjen ESDM di tahun yang sama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut surat dakwaan, Kepala Biro Hukum dan Humas Setjen ESDM Susyanto diminta Waryono merevisi anggaran dan melakukan pemecahan sejumlah paket pekerjaan. Tujuannya, agar dapat dilakukan penunjukan langsung tanpa lelang untuk kegiatan sosialisasi kebijakan sektor ESDM dengan alokasi dana Rp 5,3 miliar.
(Baca:
Catatan Duit Korupsi ESDM yang Mengalir ke 26 Pihak)
Revisi pun dilakukan dengan nota dinas bernomor 096/80/SJH/2012 berisi permintaan perubahan 16 paket kegiatan dengan nilai anggaran mulai dari Rp 415 juta hingga Rp 755 juta menjadi 48 paket kegiatan dengan nilai per kegiatan Rp 100 juta.
Merujuk Pasal 39 ayat 1 Peraturan Presiden Nomor 54 tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa Pemerintah, penunjukan langsung memang dapat dilakukan untuk pengadaan barang dengan nilai maksimal Rp 100 juta dengan ketentuan barang atau jasa tersebut merupakan kebutuhan operasional, menggunakan teknologi sederhana, risiko kecil, dan dilakukan oleh badan usaha kecil kecuali untuk paket pekerjaan yang butuh komptensi teknis.
Namun Pasal 39 ayat 4 Perpres 54/2010 tersebut menegaskan, dilarang menggunakan metode penunjukan langsung sebagai alasan untuk memecah paket pengadaan menjadi beberapa paket dengan maksud untuk menghindari lelang.
Waryono lantas menyetujui pengajuan revisi pada 20 Februari 2012 dan menugaskan Sri utami untuk melaksanakan penunjukan langsung 48 paket pekerjaan tersebut.
Untuk melengkapi administrasi proses penunjukan langsung dan mencairkan dana kegiatan, Sri Utami meminta bantuan Poppy Dinianova, Direktur CV Callista Bintang Persada; Jasni, Direktur PT Ilex Muskindo; dan Teuku Bahagia alias Johan, Direktur CV Sinergi Gemilang; untuk membuat administrasi pertanggungjawaban seolah-olah kegiatan sektor ESDM telah dilaksanakan rekanan.
Lewat Eko Sudarmawan, Sri Utami memberikan modal awal sebesar Rp 100 juta kepada Poppy, 27 Juli 2012. Selanjutnya 48 paket sosialisasi kebijakan sektor ESDM itu dibagi untuk Poppy 12 kegiatan; Jasni 15 kegiatan; dan Johan 21 kegiatan. Ketiganya lantas mencari pinjaman perusahaan untuk dijadikan rekanan yang seolah-olah melaksanakan kegiatan dengan imbalan 2 persen hingga 5 persen dari nilai pekerjaan.
(Baca:
Duit Korupsi ESDM Mengalir ke Paspampres, Sekretariat Negara)
Poppy, Jasni, dan Johan lantas meminta Bayu Prayoga dan timnya untuk membuat dokumentasi seolah-olah sosialisasi kebijakan sektor ESDm telah dilakukan di sejumlah kota. Bayu cs megantongi duit Rp 300 juta untuk menuruti permintaan Poppy dkk.
Padahal dokumentasi dilakukan di Jakarta yaitu di Kantor Badan Pelatihan Kesehatan (Bapelkes) Fatmawati, kantor Zeni Konstruksi (Zikon) 13 TNI AD dan Zikon 14 Srengseng Sawah, serta Gedung Serbaguna di kawasan UIN Syarif Hidayatullah Ciputat.
Merujuk surat dakwaan Waryono, sejumlah kota yang seolah-olah menjadi lokasi sosialisasi yaitu Makassar, Jakarta Utara, Lampung, Bandung, Bogor, Banten, Solo, Tegal, Surabaya, Malang, Depok, dan Semarang.
Dari 48 perusahaan tersebut di antaranya PT Ilex Muskindo, CV Metro Nusa Prima, PT Langlang Buana, CV Cahaya Lasmin, PT Samudera Karya, PT Yoga Widyatama Gama, dan CV Prasasti Imperium.
(rdk)