Revisi UU Pilkada Dinilai hanya untuk Kepentingan Kelompok

Aulia Bintang | CNN Indonesia
Jumat, 08 Mei 2015 20:00 WIB
Dalam pemilu, aturan harus dibuat sebelum kompetisi, bukan aturan disesuaikan dengan kepentingan salah satu peserta kompetisi.
Refly Harun, Pengamat Politik dan Hukum Tata Negara saat diskusi bertema KPK vs Polri di Cikini, Jakarta, Minggu, 1 Februari 2015. (CNNIndonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- DPR RI berencana untuk melakukan revisi terhadap Undang-Undang No. 8 Tahun 2015 tentang Pilkada. Sayangnya, langkah tersebut disesalkan pengamat hukum tata negara Refly Harun karena dinilainya demi kepentingan segelintir orang.

Menurut Refly, UU dibuat bukan untuk kepentingan kelompok tertentu, melainkan untuk kepentingan umum orang banyak. Dia menegaskan jika UU dibuat untuk kelompok tertentu maka itu sudah menyalahi aturan yang ada. "Itu sudah menyalahi hakekat pembentukan undang-undang," kata Refly saat ditemui di sebuah diskusi di Jakarta, Jumat (8/5).

“Undang-undang dibuat tidak boleh dimaksudkan untuk kepentingan kelompok tertentu saja karena undang-undah berlaku untuk orang banyak," ujarnya menambahkan.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Refly pun menjelaskan jika proses revisi UU Pilkada tersebut sudah ada aroma-aroma untuk mengakomodasi kelompok tertentu. Oleh sebab itu Refly pun menganggap itu sebagai cara berpikir yang tidak benar.

Prinsip pemilu, lanjut Refly adalah membuat aturan dulu sebelum kompetisi dijalankan dan bukan malah sebaliknya. Jika kompetisi berjalan lalu aturan baru dibuat atau berubah maka akan membuat kekacauan.

Hal tersebut, kata Refly harus diikuti oleh semua pihak karena aturan sudah disahkan. "Selepas tidak setuju dengan aturan yang ada, jika aturan sudah disahkan maka aturan itu harus diikuti," kata Refly.

"Prinsip pemilu adalah kompetisi politik, sedapat mungkin aturan dibuat dulu baru kompetisi berjalan. Jika dilakukan sebaliknya maka akan kacau," ujarnya.

"Ini kan sudah jelas ada aroma untuk mengakomodari kelompok tertentu (dalam revisi UU Pilkada). Ini cara berpikir yang tidak benar," kata Refly menegaskan.

Saat ini, pimpinan DPR bersama dengan Komisi II kembali melakukan pembahasan mengenai pencalonan untuk Pilkada 2015. Sebelumnya, ada tiga rekomendasi yang dihasilkan dalam rapat Panja Pilkada Komisi II bersama dengan Kementerian Dalam Negeri. Pertama adalah sepakat untuk menggunakan putusan inkracht.

Apabila belum inkracht, usulan berikutnya adalah upaya islah. Upaya ini yang ternyata belum bisa direalisasikan bagi partai beringin ini.

Kemudian, sampai tenggat pendaftaran pencalonan pada 26-28 Juli mendatang, dan belum ada putusan inkracht atau belum terjadi islah, maka diusulkan KPU menggunakan hasil putusan pengadilan terakhir, meskipun belum inkracht.

Awalnya, KPU enggan untuk menerima poin ketiga rekomendasi Panja Pilkada yakni menerima putusan pengadilan terkini meski belum inkracht.

Kendati demikian, rekomendasi tersebut diterima seiring dengan adanya revisi terbatas atas Undang-Undang mengenai Partai Politik dan Pilkada yang akan dilakukan oleh DPR dan pemerintah. Langkah tersebut diambil untuk memberikan payung hukum kepada parpol yang bersengketa untuk dapat ikut pilkada. (hel/hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER