Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Jenderal Moeldoko telah menyiapkan dua anggotanya untuk mengisi jabatan Sekretaris Jenderal dan Pengawas Internal Komisi Pemberantasan Korupsi. (Baca
TNI: Kami Punya Orang untuk Semua Posisi di KPK)
Moeldoko mengatakan persoalan pengisian personel TNI untuk posisi di KPK itu harus diluruskan sesuai dengan hasil diskusi yang ia lakukan dengan Pelaksana Tugas Ketua KPK Taufiequrachman Ruki. Dalam diskusi itu, Moeldoko mengaku diminta Ruki untuk menempatkan perwira tinggi TNI menjadi Sekjen dan Pengawas Internal KPK.
"Sudah disiapkan. Satu dari TNI Angkatan Darat. Satu lagi kami usahakan dari POM (Polisi Militer)," ujar Moeldoko.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prajurit TNI yang masuk ke KPK nantinya harus pensiun lebih dulu. "Jadi enggak boleh prajurit aktif masuk ke KPK. Dilarang. Undang-undang tak membolehkan. Dia akan ajukan pensiun sebelum duduk di KPK. Setelah ajukan pensiun, maka akan diproses alih status," kata Moeldoko.
Ia menyatakan kedua anggotanya yang bakal bergabung dengan KPK punya kualitas di atas rata-rata. "Saya pilih yang bagus untuk masuk KPK. Karena KPK minta Sekjen, maka manajerial dan
leadership-nya bagus," kata Moeldoko tanpa mau membeber nama-nama yang sudah dia siapkan itu.
Menanggapi kekhawatiran sebagian orang terkait banyaknya TNI yang bertugas di lembaga sipil, Moeldoko menekankan bahwa di dalam jiwa seorang prajurit profesional akan selalu mengalir tanggung jawab sosial.
"Sepanjang TNI dibutuhkan negara untuk mengawal jalannya pembangunan nasional lewat kementerian, silakan. Tapi jangan coba-coba siapapun tarik TNI ke politik. Sori, tidak bakalan itu terjadi. Sepanjang untuk kepentingan sosial, silakan. Misalnya pertanian butuh pendampingan TNI, silakan. Perhubungan, silakan," ujar Moeldoko.
Ia menyatakan kedua anggota TNI yang bakal bergabung ke KPK tidak untuk bertugas sebagai penyidik. "Kalau TNI tidak bisa jadi penyidik, masa dipaksakan?" kata Moeldoko.
UU Nomor 30/2002 tentang KPK menyebut penyidik dapat diangkat dan diberhentikan oleh KPK. Namun UU tersebut tidak menjelaskan secara detail bahwa penyidik KPK harus berasal dari unsur Kepolisian.
Sementara Pasal 47 ayat 1 UU Nomor 34/2004 tentang TNI menyebutkan seorang prajurit TNI aktif dapat menduduki jabatan sipil setelah mengundurkan diri atau pensiun dari dinas aktif keprajuritan.
Pada ayat 2 dijelaskan pula prajurit aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi Koordinator Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Negara, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung.
Untuk diketahui, saat ini penyidik KPK berasal dari unsur Kepolisian, Badan Pemeriksa Keuangan, Badan Pengawasan Keuangan Pembangunan (BPKP), dan penyidik independen.
(pit/agk)