Jakarta, CNN Indonesia -- Tak banyak kendaraan melintas di jalan lurus itu, Kamis (21/5) siang. Suasana cukup lengang, udaranya sejuk meski jalan tersebut berada di kawasan di tengah Jakarta yang terkenal panas.
Jalan Cendana, demikin nama yang terpampang pada plang di depan jalan di kawasan Menteng, Jakarta Pusat. Hingga akhir tahun 1990-an, nama Jalan Cendana terkesan mentereng. Siapa yang tak kenal dengan Keluarga Cendana saat itu.
Nama jalan ini identik dengan nama keluarga penguasa yang memerintah Republik Indonesia selama 32 tahun, Soeharto. Di salah satu rumah di jalan ini, berdiri sebuah rumah besar, berlantai dua, bercat hijau dengan halaman luas. Di rumah inilah sang jenderal besar dulu tinggal bersama keluarganya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Jalan Cendana terbentang lurus dengan panjang sekitar 800 meter. Rumah-rumah yang berdiri di sepanjang jalan berdiri megah. Hanya rumah milik Soeharto yang saat ini terlihat tak terurus sehingga menimbulkan pemandangan kontras. (Simak FOKUS:
Mengingat Kembali Reformasi)
Rumah tersebut terlihat usang. Cat warna hijau tua, warna kebesaran militer Angkatan Darat sudah mulai kusam. Kaca jendela sudah sudah tak bening lagi. Sementara genteng warna coklat sudah mulai berwarna kehitaman.
Pagar rumah tersebut juga tak tampak kokoh lagi. Berwarna kuning tua, pagar besi tersebut hanya setinggi 120 sentimeter. Mudah bagi siapapun untuk melompati pagar yang warnanya mulai mengelupas itu. (Baca juga:
Budiman: Kematian Jadi Harga Lengsernya Soeharto)
Meski sudah terlihat kusam, rumah tersebut masih dijaga agar orang yang tidak berkepentingan masuk. Beberapa pekerja juga rutin membersihkan halaman rumah dan merawat taman yang ada. Setiap harinya, ada empat petugas keamanan berseragam safari yang berjaga.
Baik penjaga maupun tukang kebun tak diperkenankan masuk ke dalam rumah tersebut. "Saya hanya ditugaskan jaga di luar. Mau ke dalam tidak bisa. Tapi masih ada sofa-sofa, piring, gelas, di dalam rumah," kata Tedjo, petugas keamanan rumah tersebut kepada CNN Indonesia.
Selepas menyerahkan estafet kepemimpinannya kepada Baharuddin Jusuf Habibie pada 21 Mei 1998, kediaman Soeharto sepertinya tidak lagi 'menyeramkan'. (Baca juga:
Suasana Genting di Cendana Malam Jelang Kejatuhan Soeharto)
Akhir tahun 2000, Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan bernama Antasari Azhar bersama timnya menggeledah rumah tersebut. Antasari, yang kemudian menjadi orang nomor satu di Komisi Pemberantasan Korupsi sebelum akhirnya jatuh karena perkara pembunuhan, saat itu mengejar putra bungsu Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto.
Tommy dikejar karena kabur saat harus menjalani hukuman penjara 18 bulan yang dijatuhkan Mahkamah Agung pada kasus tukar guling antara PT Goro Batara Sakti dengan Perum Bulog yang merugikan negara Rp 95,6 miliar.
Antasari saat itu menggeledah hampir seluruh ruangan di rumah Soeharto. Hanya satu kamar yang tak ia geledah, yaitu kamar
The Smiling General. Antasari beralasan, Soeharto yang kesehatannya disebut terus memburuk pascareformasi tengah beristirahat.
17 tahun usai kejatuhan Soeharto, Jalan Cendana menjadi salah satu prasasti peninggalan rezim Orde Baru. Tidak sedikit peristiwa besar negara ini berawal dari rumah hijau bernomor delapan itu.
(sur)