LIPUTAN KHUSUS

Semangat Sri Bintang Pamungkas Menantang Soeharto

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Kamis, 21 Mei 2015 20:39 WIB
Dituduh subversif dan dipenjara, Sri Bintang Pamungkas terus menyuarakan agar Soeharto turun dari jabatannya sebagai Presiden RI.
Sri Bintang Pamungkas. (Detikcom/Dikhy Sasra)
Jakarta, CNN Indonesia -- Tak ada yang mampu menciutkan nyali Sri Bintang Pamungkas, Ketua Umum Partai Uni Demokrasi Indonesia (PUDI). Sempat dipenjara oleh pemerintah Orde Baru, Bintang justru makin bersemangat untuk menggulingkan Presiden Soeharto. Bahkan dari hotel prodeo, Bintang masih terus melancarkan perlawanan.

Tepat pada tanggal 11 Oktober 1996, suaranya yang lantang menggema di gedung Indonesia Petroleum Club, Jakarta. Bintang saat itu menantang Soeharto untuk berani menggelar pemilihan presiden secara langsung.

Bintang kecewa pada pemilihan presiden oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dimonopoli oleh Soeharto selama puluhan tahun.

"Saya mendeklarasikan diri sebagai calon presiden bersama Julius Usman sebagai calon wakil presiden," kata Sri Bintang ketika ditemui CNN Indonesia di kampus Teknik Industri, Universitas Indonesia, Jakarta, Kamis (21/5). (Simak FOKUS: Mengingat Kembali Reformasi)

Ribuan poster bergambar dirinya dan calon wakil presiden sekaligus karibnya, Julius Usman, dibagikan ke pengunjung yang memadati ruangan. "Kami berjanji tidak akan menjabat lebih dari dua periode," ujar Bintang menuturkan tulisan yang terpampang dalam poster tersebut.

Rupanya, setelah dihajar dengan dakwaan penghinaan presiden akibat tudingan peristiwa demontrasi menentang Soeharto di Dresden, Jerman, pada tahun 1995, mantan politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) tersebut tak bergeming.

"Saya ingin menggangu Soeharto. Ingin Soeharto jatuh. Ganyang Soeharto!" ucapnya. (Baca juga: Soeharto Sampai Mati Tak Mau Bertemu Habibie)

Alasan perbedaan ideologislah yang membuat suami Ernalia ini ngotot ingin menjatuhkan presiden yang telah memimpin Indonesia selama 32 tahun tersebut. Selepas pulang dari Amerika Serikat pada tahun 1984, Bintang menerima draf Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Ia tak sepakat soal pinjaman luar negeri yang membengkak meski pertumbuhan ekonomi menggeliat.

Dari situlah, beragam perlawanan dilancarkan Bintang guna menumbangkan kakek berusia 63 tahun yang sangat digjaya di Indonesia itu.

"Soeharto mengira saya akan mengkudeta," ujarnya.

Kartu lebaran politis

Awal tahun 1997, setelah memproklamirkan dirinya sebagai calon presiden untuk pemilihan umum pada tahun 1998, Bintang menyebar selebaran. Selebaran khas kaum agitasi tersebut diselipkan dalam kartu lebaran. Isinya, menggemparkan jagad politik nusantara.

"Pertama, kami menolak Pemilu tahun 1997. Kedua, kami menolak Soeharto jadi presiden kembali. Ketiga, kami akan membuat tatanan baru. Tatanan itu, mengubah Undang-Undang Dasar 1945," ujarnya lugas.

Kartu lebaran cum selebaran agenda politik PUDI disebar ke seluruh anggota DPR dan MPR. Kebanyakan dari mereka terhenyak.

Tiga bulan berselang, Soeharto murka. (Baca juga: Fuad Bawazier: Dunia Berkonspirasi Menjatuhkan Pak Harto)

"Saya kena tuduhan subversif," katanya.

Doktor teknik industri Universitas Iowa, Amerika Serikat ini, disebut telah melanggar Undang-Undang Anti Subversi dengan membentuk PUDI sebagai bagian dari perlawanan kepada pemerintah.

Sekitar bulan Maret 1997, Bintang diminta bertemu dengan para intelijen Kejaksaan Agung. Mulanya, hanya ajakan untuk makan dan bersilaturahmi. "Ternyata saya diinterogasi. Waktu mau pulang, saya ditahan, diancam tidak boleh pulang," katanya.

Bintang pun dijebloskan ke Rumah Tahanan Kejaksaan Agung. Dua bulan lamanya pria yang saat itu berusia 51 tahun ini mendekam di rutan Korps Adhyaksa. Selanjutnya, Bintang dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang, Jakarta Timur.

Di balik jeruji besi

"Saya ada di sel nomor 8, LP Cipinang. Saya sekamar dengan pembunuh. Kamar sederetan saya juga isinya pembunuh," cerita Bintang.

Berhari-hari ia mendekam di dalam sel. Secara berkala, penyidik Kejaksaan memeriksa dan mendesaknya untuk mengakui tuduhan.

"Pernah suatu kali, kaki saya ditepis ketika sedang duduk. Saya marah dan kembali ke sel langsung mengunci, tidak mau diperiksa," katanya. Padahal awalnya Bintang mau diperiksa.

Kendati meringkuk di sel selama satu tahun 20 hari sejak bulan Mei 1997, perlawanan tak berhenti. Sang istri menggantikan dirinya berorasi di depan publik: melawan Soeharto.

Beragam strategi dirancang tiap Bintang bertemu istrinya pada Hari Senin di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan ketika menghadiri sidang dakwaan subversi.

Keadaan saat itu mencekam. Setidaknya enam mahasiswa Trisakti dibunuh aparat saat berdemonstrasi pada tanggal 12 Mei 1998. Beberapa hari selanjutnya, reaksi amarah berlarut dan menyeruak dari berbagai elemen.

"Istri saya yang pertama kali berani bilang 'Ganyang Soeharto' sewaktu berorasi," katanya, mengenang hiruk pikuk peristiwa penggulingan Soeharto pada pertengahan Mei 1998.

Kondisi politik memanas

"Saya menyaksikan dari televisi. Soeharto mundur pada tanggal 21 Mei 1998 dan besoknya mengangkat Habibie jadi presiden. Saya segera meminta istri saya menyerahkan surat ke Menteri Kehakiman Muladi untuk membebaskan tahanan," kata Bintang.

Rupanya, surat sakti sang Bintang kepada Muladi berhasil membebaskan dirinya dari jeruji besi. Presiden yang baru, Habibie, segera meneken Keputusan Presiden yang memberikan abolisi atau penghentian perkara kepada Bintang atas tuduhan subversi. Bintang pun dilepaskan dari LP Cipinang, pada Selasa tanggal 26 mei 1998, pukul 03.00 WIB.

"Sampai sekarang, saya masih punya keinginan jadi presiden untuk mengubah sistem yang sudah rusak," katanya mengakhiri cerita. (sur)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER