Jakarta, CNN Indonesia -- Perancang Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Firman Jaya Daeli, menilai perlunya pembentukan lembaga pengawas internal dalam komisi antirasuah. Lembaga tersebut memiliki kewenangan untuk mengontrol perilaku pimpinan dan pegawai KPK.
"Sepanjang pimpinan dan pejabat struktural adalah manusia yang punya kelemahan, perlu dikontrol oleh lembaga pengawasan yang bersifat permanen," ujar pakar hukum pidana ini saat diskusi di kawasan Cikini, Jakarta, Sabtu (30/5).
Menurutnya, lembaga pengawasan dapat diberi kewenangan untuk menindak elemen di dalam lembaga antirasuah yang dinilai telah melanggar etika dan hukum. "Agar kita selamatkan KPK dari orang-orang seperti itu," ujarnya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pembentukan lembaga pengawasan ini sebagai bentuk penguatan mekanisme kontrol di kalangan internal. Selama ini, komite etik dinilai kurang kuat dalam memberikan sanksi pada pegawai yang lalai.
Kendati demikian, Firman menjelaskan lembaga ini seharusnya tak diizinkan untuk mengintervensi kewenangan hukum komisi antirasuah. "Lembaga pengawasan tidak boleh mengintervensi kewenangan penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan," katanya.
Pembentukan lembaga permanen ini dapat menjadi bentuk pentataan ulang kelembagaan hukum dalam konteks pemberantasan korupsi. Lembaga ini diharapkan dapat menguatkan KPK sebagai institusi penegak hukum.
"KPK itu kredibel dan bersih, sehingga harus dipertahankan. Siapapun yang jadi pegawai KPK, itu manusia setengah dewa dan ada ketulusan untuk memberantas korupsi. Yang kita selamatkan KPK-nya bukan elemen orangnya," ujarnya.
Firman menilai, apabila lembaga pengawasan ini dibentuk maka komisi antirasuah dapat bersih dari orang-orang yang memiliki konflik kepentingan. "Kalau lembaga pengawasan ini ada maka tidak ada kekalahan praperadilan," katanya.
Sebelumnya, komisi antirasuah mengalami tiga kali kekalahan dalam gugatan praperadilan oleh tersangka korupsi. Pertama, saat Komjen Budi Gunawan menggugat penetapan tersangka kasus suap dan gratifikasi di Polri.
Hakim tunggal Sarpin Rizaldi membatalkan penetapan tersangka pejabat Korps Bhayangkara tersebut oleh KPK. Alasannya, KPK tak punya bukti yang cukup untuk menetapkan Budi sebagai tersangka.
Kekalahan kedua yakni ketika penetapan tersangka bekas Walikota Makassar Ilham Arief yang juga dibatalkan pekan lalu. Ilham terjerat kasus instalasi perangkat Perusahaan Daerah Air Minum (PDAM).
Dikabulkannya gugatan praperadilan Ilham tepat dua pekan setelah Mahkamah Konstitusi (MK) mengizinkan pengadilan memeriksa penetapan tersangka sebagai obyek gugatan.
Pada Selasa (28/4), lembaga penguji undang-undang dengan konstitusi tersebut memutuskan Pasal 77 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana yang tak mencantumkan penetapan tersangka sebagai obyek praperadilan, bertentangan dengan UUD 1945. MK pun menasbihkan penetapan tersangka dapat digugat melalui jalur praperadilan.
Sebelum putusan tersebut diterbitkan MK, Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan tersangka KPK sekaligus mantan Menteri Energi dan Sumber Daya Alam Jero Wacik, bekas Menteri Agama Suryadharma Ali, dan bekas Direktur PT Pertamina Suroso Atmomartoyo resmi ditolak oleh hakim di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. Ketiganya menggugat lembaga antirasuah jauh sebelum MK mengeluarkan putusan.
Kekalahan ketiga terjadi ketika bekas Direktur Jenderal Pajak Kementerian Keuangan sekaligus bekas Ketua Badan Pemeriksa Keuangan Hadi Poernomo menggugat KPK. Hakim tunggal praperadan Haswandi mencabut status tersangka Hadi yang ditetapkan oleh komisi antirasuah.
(meg)