Jakarta, CNN Indonesia -- Bekas Direktur PT Pertamina Suroso Atmo Martoyo kembali harus gigit jari lantaran sidang gugatan praperadilannya harus ditunda. Ketidakhadiran pihak Komisi Pemberantasan Korupsi selaku termohon lagi-lagi menjadi alasan ditundanya sidang.
Hakim ketua Martin Ponto mengungkapkan jika sidang ditunda satu pekan hingga Jumat pekan depan. Jika pada panggilan tersebut pihak KPK tak kunjung memunculkan batang hidungnya maka sidang akak tetap dilanjutkan tanpa kehadiran termohon.
"Maka dari itu saya panggil lagi pihak termohon pekan depan, Jumat 5 Juni 2015. Apabila tidak datang maka permohonan akan tetap dibacakan," ujar Martin di ruang sidang Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (29/5).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Sementara itu ditemui terpisah, kuasa hukum Suroso Jonas Sihalolo mengungkapkan kekhawatirannya terhadap kelangsungan praperadilan kliennya. Alasannya adalah karena baru kemarin berkas Suroso lengkap alias P21.
"Kemarin di-P21-kan, maka kami khawatir. Kami khawatir akan digugurkan (gugatan praperadilannya)," kata Jonas di PN Jakarta Selatan.
"Kami khawatir sidang perkara pokok dipercepat artinya praperadilan menjadi gugur. Termohon menggunakan celah-celah seperti ini," ujarnya.
Ini merupakan gugatan praperadilan kedua yang diajukan Suroso ke PN Jakarta Selatan. Pada gugatan pertama, Suroso menggugat penetapan dirinya sebagai tersangka oleh lembaga antirasuah atas kasus suap pengadaan zat tambahan bahan bakar TEL (tetraethyl lead) 2004 dan 2005. Suroso disangka mengantungi duit suap dari Direktur PT Soegih Indrajaya, Willy Sebastian Liem.
Selain Suroso, bekas Dirjen Minyak dan Gas, Rahmat Sudibyo, juga diduga mengantungi suap. Suap diduga dilakukan sejak tahun 2000 hingga 2005. Suap tersebut sebagai pelicin agar TEL tetap digunakan dalam bensin produksi Pertamina.
Atas perbuatan tersebut, Suroso sebagai penerima suap disangka melanggar Pasal 12 huruf a dan atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Sementara Willy sebagai pihak pemberi suap disangka melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a dan b dan atau Pasal 13 UU Pemberantasan Korupsi.
(sip)