DPR Bentuk Panja Sikapi Potensi Kerugian Pemilu Rp 300 Miliar

Aghnia Adzkia | CNN Indonesia
Minggu, 31 Mei 2015 10:24 WIB
Wakil Ketua DPR Fadli Zon menyebut jika ada potensi korupsi harus dilaporkan ke aparat penegak hukum.
Anggota DPR Fadli Zon (kiri) bersama Maruarar Sirait (kanan) hadir dalam sidang paripurna pemilihan pimpinan MPR di Gedung Parlemen, Jakarta, Selasa 07 Oktober 2014. (CNNIndonesia/Adhi Wicaksono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Komisi II Bidang Pemerintahan Dalam Negeri dan Kepemiluan DPR Perwakilan Rakyat (DPR) bakal membentuk panitia kerja (panja) terkait audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menemukan potensi kerugian negara sebanyak Rp 300 miliar dalam penyelenggaraan Pemilu tahun 2014.

"Mekanismenya dari hasil laporan audit dibentuk panja. Panja nanti menentukan bagaimana sikap Komisi II DPR termasuk masalah anggaran. Itu kan ada potensi kerugian negara yang cukup besar," ujar Wakil Ketua DPR Fadli Zon di kawasan Cikini, Jakarta, kemarin.

Fadli Zon pun mengaku kaget dengan temuan tersebut. "Potensi ini lumayan mengagetkan karena ternyata KPU (Komisi Pemilihan Umum) tidak siap dalam melaksanakan Pemilu yang kemarin 2014," katanya.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Menurutnya, perlu ada pre audit untuk mencegah kejadian serupa terjadi pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak pada Desember 2015 mendatang. "Kalau ada potensi (kerugian negara) harus di-follow up-dong. Kalau ada potensi korupsi harus diteruskan (ke KPK atau Bareskrim Polri)," ucap Fadli.

Selain itu, pihaknya kini tengah mendesak Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk melakukan audit dana. Alasannya, anggaran penyelenggaraan pemilihan kepala daerah yang semula direncanakan sekitar Rp 4 triliun membengkak menjadi Rp 6,7 triliun untuk 269 daerah.

Sebelumnya, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan ada sejumlah penyebab pembengkakan anggaran pilkada, misalnya penetapan anggaran ganda dari KPU Daerah dan KPU pusat. Selain itu, terdapat daerah yang secara geografis membutuhkan anggaran lebih seperti bagian timur Indonesia. Anggaran juga melonjak lantaran biaya kampanye.

Beberapa pihak menyebut, permintaan audit terhadap KPU oleh BPK lebih bernuasa politis. Salah satunya karena KPU yang masih alot menyikapi keikutsertaan partai yang berkonflik agar tetap bisa ikut pilkada serentak.

Ketua BPK Haris Azhar Aziz yang mantan politisi Golkar membantahnya. Haris menegaskan, dia bukan lagi menjabat sebagai kader Partai Golkar dan itu artinya Partai Golkar tak memiliki hak untuk memerintah dirinya. "Yang bisa memerintah saya adalah undang-undang," ujar Haris.

Haris pun menegaskan jika keputusan-keputusan yang diambil oleh BPK bukan ditentukan oleh dirinya seorang, melainkan diambil oleh sembilan orang. Jika ada lima orang yang tidak setuju dengan langkah yang diambil pimpinan maka langkah tersebut tak akan berjalan.

"Kami konsekuen karena kolektif kolegial. Kalau lima orang tidak setuju maka tidak bisa. Keputusan di BPK diambil bukan oleh saya sendiri tapi oleh sembilan orang," ujarnya menegaskan.

(hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER