Jakarta, CNN Indonesia -- Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri mengatakan pihaknya mencanangkan Indonesia akan bebas pekerja anak pada 2022. Sebanyak 1,7 juta anak yang masih bekerja akan ditarik perlahan dan dikembalikan ke lingkungan sekolah.
"Pekerja anak timbul karena faktor ekonomi. Mereka kerap putus sekolah demi membantu mencari nafkah untuk keluarganya," kata Hanif saat ditemui di Gedung Kementerian Ketenagakerjaan, Jalan Gatot Subroto, Jakarta Selatan, Senin (1/6).
Ia mengatakan pekerja anak di Indonesia tidaklah banyak bila dilihat dari segi jumlah. Namun, Hanif berpendapat perusahaan dan pelaku industri harus berhenti mempekerjakan anak agar mereka bisa menempuh pendidikan dengan semestinya.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Hanif mengatakan anak kerap kali menjadi korban dari masalah ekonomi keluarganya. "Nasib anak-anak belum tentu membaik saat pertumbuhan ekonomi keluarga stabil. Namun, ketika ekonomi keluarga memburuk, pasti anak-anak yang terkena dampaknya terlebih dahulu," ujar Hanif.
Ia berpendapat perlunya peran serta pemerintah daerah (pemda) untuk menghapuskan pekerja anak di Indonesia. Hanif mencontohkan pemda Gianyar yang telah mendeklarasikan diri sebagai daerah bebas pekerja anak. Tak hanya Gianyar, Makassar juga telah bebas pekerja anak.
"Kami harap pemda lainnya juga turut aktif," katanya.
Hanif juga merasa perlu adanya perubahan pola pikir. Pendidikan, katanya, harus dianggap sebagai investasi jangka panjang. Anak, katanya, harus mendapatkan pengetahuan dan keterampilan sehingga menjadi pribadi yang kompeten dan berguna.
Di sisi lain, Direktur Jenderal Pengawasan Keselamatan dan Kesehatan Kerja Kemenaker, A. Mudji Handoyo, mengatakan pihaknya telah menyusun peta jalan menuju Indonesia bebas pekerja anak pada 2022.
"Pada tahun ini misalnya, kami akan menarik 16 ribu pekerja anak dan akan dikembalikan bersekolah," kata Mudji.
Meski begitu, Mudji mengatakan pihaknya tidak akan melakukan langkah represif untuk menarik pekerja anak. Alasannya, hal tersebut bisa memunculkan peluang masalah ekonomi baru bagi keluarga tersebut.
Lebih lanjut lagi, Mudji mengatakan pihaknya menggunakan konvensi International Labour Organization (Organisasi Buruh Internasional) yang menentukan batas usia minimum pekerja di semua sektor yaitu 15 tahun.
"Kami masih memperbolehkan anak usia 15 hingga 18 tahun bekerja asalkan pekerjaan ringan. Dan dalam satu hari maksimal hanya boleh bekerja tiga jam," katanya.
Sementara itu, Pelaksana Tugas Direktur ILO Jakarta Michiko Miyamoto berpendapat luas negara Indonesia yang sangat besar dibandingkan negara Asia Tenggara lainnya menjadi hambatan paling utama dalam penghapusan pekerja anak.
"Ada 34 provinsi di Indonesia. Dalam satu provinsi saja, perubahan kebijakan yang terjadi sudah begitu banyak. Pemerintah Indonesia harus memastikan kampanye panghapusan pekerja anak ini sampai ke level terbawah, yaitu ke level desa," kata Michiko.
(utd)