Jakarta, CNN Indonesia -- Keputusan pemerintah untuk menghentikan pengiriman Tenaga Kerja Indonesia (TKI) sektor domestik ke wilayah Timur Tengah tidak menyelesaikan persoalan perlindungan atas buruh migran tersebut.
Lebih jauh lagi, upaya moratorioum pengiriman PRT ke Timteng tersebut dinilai hanya bentuk kepanikan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri atas eksekusi pancung dua TKI berturut-turut pada April lalu.
Koordinator Aliansi Tenaga Kerja Indonesia Menggugat (ATKIM) Yusri Albima mengatakan moratorium TKI Timur Tengah akan melanggar konstitusi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
“Penghentian penempatan TKI ranah domestik ke seluruh negara kawasan Timteng oleh Menaker ini melanggar UUD '45 dan UU No. 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia di Luar Negeri (P2TKILN),” kata Yusri Albima kepada CNN Indonesia, Kamis (7/5).
Menurut mantan TKI Arab Saudi ini, penutupan penempatan PRT ke Timteng, tidak sesuai dengan Nawacita dan janji Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat kampanye sebagai Calon Presiden (Capres) 2014 lalu.
Dia mengatakan dalam Nawacita Jokowi tidak ada kata penghentian sementara apalagi penghentian penempatan TKI ke luar negeri.
Menurutnya, penyelesaian atas kasus rentannya perlindungan atas TKI di wilayah Timteng mesti dimulai dari pembenahan TKI sektor hulu ke hilir.
“Bahkan Jokowi mengakui 80% permasalahan TKI ada di hulu, artinya kan ada di pemerintah,” katanya.
Yusri menilai moratorium PRT ke Timteng hanya akan menambah masalah baru, yakni akan makin banyak WNI yang bekerja ke luar negeri secara ilegal melalui jalur yang tidak bisa dibendung pemerintah.
“Jika TKI tidak bisa bekerja legal maka cara ilegal akan ditempuh dan sudah pasti akan merepotkan pemerintah. Karena itu, penutupan ini hanya membawa bencana yang lebih besar, mengingat angka kemiskinan dan angka pengangguran yang cukup besar di Indonesia, " kata dia menegaskan.
Hal senada juga disampaikan oleh Iskandar Zulkarnaen selaku peneliti dari Pusat Studi Nusantara (Pustara). Iskandar menilai selama ini pemerintah sudah melakukan moratorium pengiriman TKI ke beberapa negara Timur Tengah, seperti Jordan, Kuwait, Suriah dan Oman. Namun, dia mengatakan studi di lapangan menunjukkan masih ditemukan banyak pengiriman TKI ke wilayah tersebut.
"Artinya, moratorium diragukan dapat melindungi TKI. Saatnya pemerintah melindungi TKI berdasarkan kebutuhan TKI," kata dia menegaskan.
Berdasarkan data dari Badan Nasional Penempatan dan Perlindungan Tenaga Kerja Indonesia (BNP2TKI) sepanjang 1 Januari hingga 30 November, jumlah TKI yang dikirim ke negara Timur Tengah, seperti berikut: Arab Saudi dengan 41.311 orang, Oman 17.158 orang, Uni Emirat Arab dengan 16.400 orang, Qatar dengan 7.380 orang, Bahrain dengan 4.985 orang, dan Kuwait dengan 1.608 orang.
Sebelumnya, Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri menghentikan penempatan PRT di seluruh negara Timur Tengah.
Menurut Menteri Tenaga Kerja Hanif Dzakiri, mengungkapkan "Hard policy" itu diterapkan karena negara-negara Timur Tengah yang umumnya masih menerapkan budaya atau sistem kafalah atau sponsorship.
"Hak privasi majikan di sana sangat kuat daripada perjanjian kerja maupun peraturan ketenagakerjaan," ujar Hanif dalam keterangan resmi di kantornya, Jakarta, Senin (5/4).
Hanif memastikan bakal menandatangani Surat Keputusan Menteri terkait kebijakan tersebut pada pekan depan. Sediktnya, tercatat ada 21 negara yang akan disetop untuk menjadi lokasi penempatan TKI yang hendak menjadi pembantu rumah tangga.
(utd)