Jakarta, CNN Indonesia -- Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah Din Syamsuddin menyatakan akan menghadiri sidang Isbat untuk menentukan tanggal awal Ramadan tahun ini.
"Iya, insya Allah saya akan datang (sidang Isbat)," ujar Din di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (16/6), sebelum bertemu Presiden Joko Widodo (Jokowi).
Din mengungkapkan, Muhammadiyah sejak awal selalu mengikuti sidang Isbat, kecuali pada tiga tahun belakangan, ketika Kementerian Agama masih dipimpin oleh Suryadharma Ali. Kala itu, Muhammadiyah mengirim surat untuk tidak mengikuti sidang Isbat. Menurut dia, pada saat itu ada politisasi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Muhammadiyah mengirim surat untuk tidak ikut, karena, dalam pandangan Muhammadiyah, waktu itu ada politisasi," kata dia. (Baca juga:
Muhammadiyah Perkirakan Ramadan Sama dengan NU hingga 2023)
Din menyebutkan, ada tiga hal yang dianggap sebagai bentuk politisasi saat itu. Pertama, ada pemanfaatan pakar yang secara kultural menjelek-jelekkan Muhammadiyah. "Enggak usah saya sebut. Seolah pandangan Muhammadiyah itu tidak benar," ujar dia.
Kedua, yang diundang sidang Isbat waktu itu adalah kelompok-kelompok yang dianggap sepaham dengan garis pemerintah pada saat itu. "Yang ketiga, baru dibuka ke pers, sehingga seolah-olah terjadi perdebatan," kata dia. (Baca juga:
Pakar Astronomi: Hilal Belum Terlihat di Indonesia Hari Ini)
Meski demikian, tutur Din, sejak Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin memimpin kementeriannya, ia sering mendatangi PP Muhammadiyah. "Lalu Beliau menyampaikan dengan syarat-syarat begini, maka Muhammadiyah ikut lagi sejak tahun lalu," ujar dia. (Baca juga:
Menteri Agama Dituntut Netral dalam Penetapan Awal Ramadan)
Din Syamsuddin mengungkapkan bahwa pihaknya memprediksi tanggal awal Ramadan akan sama dengan Nadlatul Ulama (NU) hingga tahun 2023.
"Insya Allah kondisi seperti ini (prediksi awal Ramadan Muhammadiyah dan NU sama) akan berlangsung, katanya, sampai 2023. Kondisi sama ini," ujar Din
Din menjelaskan, penentuan tanggal 1 Ramadan dan 1 Syawal dalam 100 tahun mendatang sebenarnya sudah bisa diprediksi menggunakan ilmu falaq yang berbasis astronomi, fisika, dan matematika yang diyakini hasilnya mendekati pasti.
"Perjalanan matahari, bulan, bumi itu menurut perintah Alquran bisa diobservasi untuk menentukan, karena peredaran bulan mengelilingi matahari itu tidak persis 30 hari, tapi 29 hari lebih. Maka bulan Islam itu tidak selalu 30 hari, kadang-kadang 29 hari," kata dia.
(hel)