Jakarta, CNN Indonesia -- Pengamat pertahanan nasional Indonesia Edy Prasetyono mengingatkan pemerintah Indonesia untuk tidak salah mengambil langkah dalam upaya penyelesaian sengketa Blok Ambalat dengan pemerintah Malaysia.
“Pemerintah jangan mudah terjebak pada pemikiran jangka pendek,” kata Edy kepada CNN Indonesia, Rabu (17/6).
Ketua Program Studi Pascasarjana Departemen Hubungan Internasional FISIP UI itu mengatakan penyelesain konflik sengketa lahan atau wilayah dipastikan membutuhkan waktu yang sangat lama.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan begitu, ujar Edy, pemerintah jangan terlalu cepat membuat konsesi atau pernyataan yang tidak memposisikan kekuataan Indonesia dalam mempertahankan wilayah Ambalat. (Baca:
Dibayangi Jet Malaysia, Ambalat Dicemaskan TNI Lepas dari RI)
“Dalam proses (penyelesaian sengketa) yang panjang itu jangan menunjukkan sikap kita yang mundur, jangan sedikitpun,” ucap Edy dengan tegas. “Di mana-mana yang namanya persoalan sengketa wilayah itu tidak bisa cepat penyelesaiannya.”
Bahkan, lanjut Edy, kalau pun harus memakan waktu hingga 100 tahun tidak menjadi masalah. “Yang penting pemerintah kita punya komitmen dan konsisten untuk mempertahankan terus kawasan itu (Ambalat),” tutur Edy. (Baca:
Sejarah Panjang Kemelut RI-Malaysia di Ambalat)
Edy lantas mencontohkan kekalahan Indonesia akibat dari kesalahan pemerintah dalam mempertahankan suatu wilayah yang bersengketa dengan negara tetangga. “Kasus Sipadan dan Ligitan yang jatuh ke tangan Malaysia,” ucapnya.
Selain kasus sengketa dua pulau yang berada di Selat Makassar itu, Edy juga mencontohkan kekalahan Indonesia dalam menjaga keutuhan wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia yaitu pada lepasnya Timor Timur.
“Jangan sampai terulang lagi. Apalagi wilayah-wilayah yang menjadi sengketa cukup banyak,” ujar Edy yang pernah menjadi pengamat pertahanan di Centre of Strategic International Studies (CSIS) itu.
Edy menambahkan, selain pemerintah harus lebih tegas dalam berdiplomasi, penguatan secara riil juga harus ditunjukkan dengan cara membangunan kekuatan pertahanan di titik-titik yang sensitif dan strategis. Misalnya di wilayah perairan Sulawesi, Sabang, dan Natuna. (Baca:
Kemelut Ambalat Jadi PR Panglima TNI Baru)
"Strategis di sini dilihat dari banyak sisi, dari mulai kekayaan alam hingga pusat interaksi," tutur Edi sembari mencontohkan cara pemerintah China dalam mengklaim Laut China Selatan yang tidak pernah berubah.
(obs)