Kemelut Ambalat Jadi PR Panglima TNI Baru

Aulia Bintang Pratama | CNN Indonesia
Kamis, 18 Jun 2015 06:10 WIB
Persoalan geostrategis kawasan mesti disikapi cermat oleh Indonesia dari segi politik, militer, dan diplomasi. Ambalat salah satunya.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Gatot Nurmantyo yang dicalonkan Presiden Jokowi sebagai Panglima TNI menggantikan Jenderal Moeldoko. (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Komisi I DPR RI Hanafi Rais menyatakan pemerintah perlu melihat apa motif sebenarnya dari aksi pesawat tempur Malaysia yang masuk ke perbatasan Indonesia. Menurut putra Amien Rais itu, masalah perbatasan tersebut bisa menjadi pekerjaan rumah bagi panglima baru Tentara Nasional Indonesia.

Selain masalah Ambalat, ketegangan di Laut China Selatan pun masuk dalam pekerjaan rumah yang harus dipikirkan Panglima TNI baru. "Panglima baru harus bisa membaca secara geopolitik efek ketegangan di Laut China Selatan terhadap Indonesia," kata Hanafi di Kompleks DPR RI, Rabu malam (17/6).

Perbatasan wilayah dan geopolitik, ujar Hanafi, "Harus bisa disikapi secara politik, militer, dan diplomasi."

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Seperti diketahui, pergantian Panglima TNI sudah di depan mata menyusul masa pensiun Jenderal Moeldoko mulai 1 Agustus. Presiden Jokowi telah mengirim surat ke DPR berisi pengajuan nama Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Gatot Nurmantyo sebagai calon Panglima TNI.

Sementara terkait permintaan Panglima TNI Jenderal Moeldoko agar Kementerian Luar Negeri melayangkan nota protes kepada Malaysia, Hanafi berpendapat pemerintah tak bisa asal mengajukan nota protes sehingga malah tak mendapat respons dari negeri jiran. (Baca: Kemlu RI Sudah 7 Kali Kirim Nota Protes ke Malaysia)

"Sebaiknya kita menyiapkan reaksi. Setelah protes itu kita mau berbuat apa, jangan berhenti di protes saja. Koordinasi bersama untuk mengambil sikap supaya runtut dan tidak sporadis,” kata Hanafi.

Manuver pesawat tempur Malaysia yang menerobos langit Ambalat sebanyak sembilan kali sejak Januari hingga Juni tahun ini membuat TNI khawatir Blok Ambalat akan mengalami nasib serupa dengan Pulau Sipadan dan Ligitan yang lepas dari RI dan jatuh ke tangan Malaysia. (Baca: Dibayangi Jet Malaysia, Ambalat Dicemaskan TNI Lepas dari RI)

“Jika pemerintah tak melayangkan nota protes ke Malaysia, maka bisa terjadi seperti Sipadan dan Ligitan. Alasan Malaysia (dalam kasus Sipadan dan Ligitan) adalah karena mereka melintasi wilayah tersebut dan kita biarkan,” kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Fuad Basya kepada CNN Indonesia, Selasa malam (16/6).

Sejak dekade 1960-an, Indonesia dan Malaysia kerap bersitegang terkait Blok Ambalat. Puncak perseteruan terjadi pada 2002 ketika Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia pada sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di Blok Ambalat.

Blok Laut Ambalat memiliki luas wilayah sekitar 15 kilometer persegi dan terletak di Laut Sulawesi atau Selat Makassar, dekat perbatasan antara Sabah, Malaysia, dengan Kalimantan Timur. Blok Ambalat menyimpan kekayaan tambang bawah laut, utamanya minyak, meski tidak semua wilayah di blok ini kaya akan minyak mentah.

Untuk mencegah jet tempur Malaysia 'gentayangan' di Ambalat, TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara kini menggelar Operasi Sakti di sekitar Blok Ambalat. Kedua matra TNI itu menurunkan alat utama sistem persenjataan mereka seperti tiga kapal perang (KRI), dua pesawat Sukhoi Su-27 dan Su-30, serta tiga F-16 Fighting Falcon. (Baca Komisi I DPR: Jet Tempur Malaysia Perlu Dipaksa Mendarat)

(hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER