Jakarta, CNN Indonesia -- Kementerian Luar Negeri RI menindaklanjuti laporan Tentara Nasional Indonesia soal pelanggaran udara yang dilakukan Malaysia terhadap wilayah udara RI dengan mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya. (Baca:
TNI Geram, Pesawat Tempur Malaysia Masuk Ambalat 9 Kali)
“Setelah semua informasi lengkap mengenai koordinat wilayah yang dilanggar dan lain-lain, maka Kemlu akan langsung bertindak dengan kembali menyampaikan nota protes,” kata Menteri Luar Negeri RI Retno Lestari Priansari Marsudi, Rabu (17/6).
Secara terpisah, Juru Bicara Kemlu RI Arrmanatha Christiawan Nasir menyatakan pemerintah sesungguhnya telah melayangkan nota protes ke Malaysia berkali-kali sejak awal tahun ini, namun tanpa respons dari pemerintah negeri jiran itu.
“Sejak Januari 2015, kami sudah kirim tujuh kali nota protes,” kata Tata –sapaan Arrmanatha, kepada CNN Indonesia.
Meski demikian, nyatanya rada TNI masih mendeteksi keberadaan pesawat tempur Malaysia di wilayah RI hingga Mei 2015. (Baca juga:
Dibayangi Jet Malaysia, Ambalat Dicemaskan TNI Lepas dari RI)
Langkah Kemlu untuk kembali melayangkan protes ke Malaysia didukung DPR. “Itu sangat perlu karena ini masalah batas teritorial negara. Peringatan untuk Malaysia amat penting karena mereka masuk tanpa izin,” kata Wakil Ketua DPR RI Taufik Kurniawan.
“Jangankan satu meter, jarak satu jengkal pun tetap harus diberi peringatan," ujar politikus Partai Amanat Nasional itu.
Jika keberatan pemerintah RI tak juga direspons Malaysia, kata Taufik, maka lupakan surat-menyurat. “Telepon langsung Malaysia,” ujarnya.
Sebelumnya, TNI kembali mendesak pemerintah mengajukan nota protes karena khawatir Blok Ambalat akan mengalami nasib serupa dengan Pulau Sipadan dan Ligitan yang lepas dari RI dan jatuh ke tangan Malaysia.
“Jika pemerintah tak melayangkan nota protes ke Malaysia, maka bisa terjadi seperti Sipadan dan Ligitan. Alasan Malaysia (dalam kasus Sipadan dan Ligitan) adalah karena mereka melintasi wilayah tersebut dan kita biarkan,” kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayor Jenderal Fuad Basya kepada CNN Indonesia, Selasa malam (16/6).
Ambalat menjadi sengketa antara Indonesia dan Malaysia sejak 1960-an. Puncak perseteruan terjadi pada 2002 ketika Mahkamah Internasional memenangkan Malaysia pada sengketa kepemilikan Pulau Sipadan dan Ligitan yang berada di Blok Ambalat.
Blok Laut Ambalat yang memiliki luas wilayah sekitar 15 kilometer persegi dan terletak di Laut Sulawesi dekat perbatasan Sabah, Malaysia, menyimpan kekayaan tambang bawah laut, terutama minyak.
Untuk mencegah jet tempur Malaysia menerobos Ambalat lagi, TNI Angkatan Laut dan Angkatan Udara kini menggelar Operasi Sakti di sekitar Blok Ambalat. Kedua matra TNI itu menurunkan alat utama sistem persenjataan mereka seperti tiga kapal perang (KRI), dua pesawat Sukhoi Su-27 dan Su-30, dan tiga F-16 Fighting Falcon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
(agk)