Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo alias Jokowi menandai aktifnya kembali dia ke Twitter dengan melakukan cuitan pertama bertepatan dengan ulang tahunnya yang ke-54. Pakar psikologi dan komunikasi politik Universitas Indonesia (UI) Hamdi muluk menilai Jokowi harus siap menerima segala konsuekuensinya, termasuk di-bully atau dicaci maki.
Hamdi saat berbincang dengan CNN Indonesia pada Minggu (21/6) menyatakan, langkah yang dilakukan oleh Jokowi untuk kembali aktif di media sosial, khususnya Twitter adalah langkah positif. “Tentu ini langkah yang secara komunikasi politik baik. Jokowi bisa lebih dekat dengan rakyatnya,” katanya. (Baca juga:
Ahok Selipkan 'Monas' Di Ucapan Selamat Ulang Tahun ke Jokowi)
Twitter, ungkap Hamdi, memiliki banyak kelebihan yang tidak dimiliki oleh media lain. Dengan Twitter, Jokowi bisa menyampaikan hal yang penting dengan cepat bahkan
real time, dan minim distorsi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Akan butuh waktu jika Jokowi harus mengumpulkan media-media
mainstream lalu menggelar jumpa pers untuk menyampaikan hal yang penting. “Selain lebih lambat, peluang distorsi atas apa yang disampaikan juga lebih besar,” ujar Hamdi.
Dengan Twitter, Jokowi juga bisa mendapatkan laporan, masukan, data atau hal lain dengan cepat dan banyak pula. Semua orang pemakai Twitter, bisa menyampaikan apapun ke Jokowi dengan menyebut (
mention) ke akun miliknya, @Jokowi. Tetapi, Jokowi juga perlu untuk menyaring apa yang ada di lini masanya. Tidak semua yang ada di lini masanya harus ditindak lanjuti dengan serius.
Namun ada juga yang harus dicermati dan ditindak lanjuti. Twitter akan jadi hal yang penting bagi Jokowi untuk mendapatkan laporan dan informasi tidak hanya dari para menterinya, tetapi dari publik yang berinteraksi dengannya. (Baca juga:
Hindari ABS, Jokowi Follow Akun Menteri dan Kementerian)
Hamdi menambahkan, bukanlah hal yang baru lagi jika para pejabat publik membuat akun di Twitter. Hampir seluruh pejabat publik di dunia membuatnya. Twitter dinilai menjadi salah satu medium komunikasi yang efektif dan efisien. “Presiden Barrack Obama punya. Bahkan mungkin Twitter yang mengantarkannya jadi presiden kulit hitam pertama Amerika dua periode,” tuturnya. (Baca juga:
Dalam Perang Social Media, Al-Qaidah Kalah Populer dari ISIS)
Hamdi mengusulkan agar Twitter Jokowi dikelola oleh Tim Komunikasi Presiden. Jika dipegang sendiri, jelas akan sangat mengganggu kerja Jokowi sebagai presiden. Hamdi menyontohkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang juga punya akun resmi saat menjabat. Akun itu dikelola tim komunikasi di mana jika cuit langsung dari SBY diberi tanda bintang. “Itu saya kira contoh yang bagus. Kalau itu langsung dari Jokowi bisa dikasih tanda, seperti tweetnya yang pertama dikasih inisial Jkw,” ujarya.
Hanya saja, Hamdan mengingatkan, dengan kembali ke Twitter, Jokowi harus siap dengan segala konsuensinya. Tidak semua pengguna Twiiter memiliki kedewasaan dalam menyampaikan apa yang ada di pikirian mereka. Di Twitter, orang cenderung lebih bebas untuk menyampaikan semuanya.
Berkat Twitter pula, muncul istilah
haters, yaitu orang yang membenci seseorang untuk apa pun yang dilakukan atau tidak dilakukannya. Para
haters ini yang cenderung menyampaikan cuitan-cuitan yang bernada negatif, menyerang, atau agresif. (Baca juga:
Hina Erdogan di Twitter, Pemred Media Turki Dipenjara)
Lalu muncul juga istilah di-
bully di Twitter. Artinya, seseorang yang dicaci maki, atau dihajar di Twitter karena cuitannya tidak berdasar atau pendapatnya dikalahkan dengan telak pada apa yang disebut sebagai Twitwar. Seseorang yang telah kalah di Twitwar yang kemudian disusul dengan cuitan-cuitan yang bernada negatif atas dirinya itu disebut tengah di-
bully di Twitter. “Pak Jokowi kalau memutuskan kembali ke Twitter, harus siap juga untuk di-
bully,” kata Hamdan.
Lepas dari itu, Hamdan menilai, baliknya lagi Jokowi untuk aktif di Twitter adalah hal yang positif. Menurut Hamdan, Twitter kini sudah bisa jadi sarana untuk membangun iklim berdemokrasi yang lebih sehat.
(hel)