Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Dahlan Iskan melalui pengacaranya, Yusril Ihza Mahendra, mengaku belum menerima surat pemanggilan penyidikan sebagai tersangka kasus mobil listrik. Jika dipanggil, Dahlan bakal siap dan kooperatif dalam pemeriksaan.
"Kalau masalah mobil listrik sampai saat ini belum ada apa-apa. Tapi kalau orang dinyatakan tersangka mau tidak mau harus dihadapi. Ya itu gak bisa mengelak lagi," kata Yusril di Jakarta, Selasa (30/6).
Yusril menambahkan, kliennya telah menjelaskan secara gamblang terkait duduk perkara kasus pengadaan mobil listrik tersebut. Namun hingga kini Kejaksaan belum kembali memeriksa kliennya untuk melengkapi berkas penyidikan.
(Baca juga: Daya Tempuh Mobil Listrik Dahlan Tak Sampai 30 km)
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dalam kasus mobil, Dahlan disebut sebagai sang inisiator dan mengarahkan mantan Kepala Bidang Program Kemitraan & Bina Lingkungan – Tanggung Jawab Sosial Kementerian Badan Usaha Milik Negara, Agus Suherman, untuk menggarap proyek pengadaan mobil. Saat itu, Dahlan mengarahkan tiga BUMN yakni BRI, PGN, dan PT Pertamina (Persero) menjadi sponsor pengadaan 16 mobil elektrik untuk kegiatan operasional konferensi forum kerja sama ekonomi Asia Pasifik (APEC) di Nusa Dua, Bali, Oktober 2013.
PT Sarimas Ahmadi Pratama sebagai perancang mobil listrik menerima pesanan proyek dari tiga BUMN tersebut. BRI memesan empat bus listrik dan satu unit mobil jenis multipurpose vehicle (MPV); PGN meminta dibuatkan empat bus dan satu unit MPV; dan Pertamina memesan enam unit MPV. Nilai proyek pengadaan 16 unit mobil mencapai Rp 32 miliar.
Jenis mobil listrik yang disiapkan dalam forum APEC saat itu adalah jenis Electric Microbus can Electric Executive Car yang diklaim sudah lolos tes sertifikasi Kementerian Perhubungan. Mobil ramah lingkungan itu sedianya digunakan untuk mengangkut para delegasi dari berbagai negara yang menghadiri forum.
(Baca juga: "Dosa" Dahlan Iskan pada Agus Suherman yang Terus Disesali)Namun, mobil listrik tersebut akhirnya tak bisa digunakan dan dihibahkan kepada sejumlah universitas di antaranya Universitas Indonesia, Universitas Gadjah Mada, Universitas Brawijaya, dan Institut Teknologi Bandung.
Sejauh ini, Kejaksaan Agung telah menetapkan Agus dan Direktur Utama PT. Sarimas Ahmadi Pratama, Dasep Ahmadi sebagai tersangka.
(sip/sip)