Jakarta, CNN Indonesia -- Mantan Direktur Utama Perusahaan Listrik Negara (PLN) yang juga pernah menjabat Menteri Negara BUMN Dahlan Iskan, mendaftarkan gugatan praperadilan atas perkara penetapan tersangka kasus gardu induk listrik oleh Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta. Gugatan itu diajukan Dahlan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
"Benar (Dahlan Iskan) mengajukan praperadilan. Hakimnya Lendriaty Janis," kata Juru Bicara PN Jakarta Selatan Made Sutrisna saat diklarifikasi, Kamis (9/7).
Made Sutrisna menyebutkan berkas pendaftaran gugatam praperadilan tersebut tercatat dengan nomor 67/PID.PRAP/2015/PN.JKT.SEL. Permohonan praperadilan telah terdaftar sejak Jumat pekan lalu dengan Kejaksaan Tinggi sebagai pihak termohon.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pada praperadilan nanti, Dahlan Iskan memberikan kuasa kepada Yusril Ihza Mahendra sebagai pihak yang menangani permohonan tersebut. Rencananya, sidang akan berlangsung setelah lebaran. "Sidang perdana nanti tanggal 27 Juli 2015," ujar Made.
Sementara itu, pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta menyatakan siap menghadapi proses praperadilan yang diajukan oleh Dahlan Iskan. Hal ini ditegaskan oleh Kepala Seksi Penerangan Hukum Waluyo, saat dihubungi wartawan.
"Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta siap menghadapai itu (praperadilan) karena merupakan hak tersangka dalam mengajukan praperadilan. Namun, dalam penetapan tersangka, Kejaksaan Tinggi sudah melewati tahapan yang sesuai," ujar Waluyo.
Sebelumnya, Dahlan dijerat atas kasus pembangunan 21 gardu induk listrik pada unit pembangkit dan jaringan di Jawa, Bali, dan Nusa Tenggara yang dilakukan dengan menggunakan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) sebesar lebih dari Rp 1 triliun untuk tahun anggaran 2011-2013.
Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) DKI Jakarta menemukan kerugian negara akibat kasus ini sebesar Rp 33,2 miliar. Hingga kini pihak Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta telah menetapkan 15 tersangka terkait kasus tersebut.
Atas kelalaiannya, Dahlan disangka melanggar Pasal 2 Ayat (1) dan Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP. Dalam pasal tersebut, bos media ini dinilai telah memperkaya diri sendiri, melawan hukum, dan merugikan negara.
(sip)