Serikat Pekerja Desak Pemerintah Segera Realisasikan Revisi

Yohannie Linggasari | CNN Indonesia
Senin, 13 Jul 2015 23:21 WIB
Asosiasi Serikat Pekerja menyebutkan terkatung-katungnya revisi PP Jaminan Hari Tua merugikan pekerja yang dipecat setelah 1 Juli 2015.
Sejumlah buruh dari Serikat Pekerja Nasional (SPN) berunjuk rasa di depan Gedung Negara Grahadi Surabaya, Jawa Timur, Kamis (30/4). (ANTARA FOTO/Didik Suhartono)
Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Asosiasi Serikat Pekerja (Aspek) Indonesia Mirah Sumirat mendesak agar pemerintah segera merevisi Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2015 terkait program Jaminan Hari Tua (JHT) sesuai dengan janjinya.

Sebelum hal itu terwujud, ia meminta agar pemerintah menunda pemberlakuan kebijakan baru JHT. Mirah berpendapat terkatung-katungnya revisi PP tersebut merugikan para pekerja yang dipecat setelah 1 Juli 2015.

Ia mengatakan Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dan Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Elvyn G. Masassya hanya menyampaikan niat terkait revisi yang hanya akan mengatur tentang pencairan JHT bagi para pekerja yang dipecat sebelum 1 Juli 2015 dengan masa tunggu satu bulan setelah dipecat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sedangkan untuk yang dipecat setelah 1 Juli 2015, pencairan JHT menunggu adanya revisi PP No 46/2015. Revisi besaran JHT yang dapat dicairkan pun dari sepuluh persen hanya menjadi 30 persen," katanya seperti dikutip dari siaran pers yang diterima CNN Indonesia, Senin (13/7).

Lebih lanjut, Mirah berpendapat Undang-Undang Nomor 40 tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) tidak mengamanatkan pembatasan pencairan dana JHT hanya sebesar 30 persen.

"Banyak pekerja kontrak dan outsourcing yang dipecat sebelum hari Raya Idul Fitri tahun ini, di mana para pekerja tersebut tidak mendapat pesangon dan penghasilan lagi, sehingga tidak dapat memenuhi kebutuhan hidup jelang Lebaran," katanya.

BACA FOKUS: Menolak Aturan Baru BPJS

Ia juga menyatakan tidak ada satu pasal pun dalam UU Nomor 40 Tahun 2004 yang menyatakan pembatasan persentase pencairan JHT. Karenanya pemerintah diminta tidak lagi menyulitkan pekerja dengan adanya aturan pembatasan pencairan dana JHT.

Seperti diberitakan sebelumnya, Jokowi belakangan menandatangani PP Nomor 46 Tahun 2015 tentang JHT, yang mengubah minimal masa kerja lima tahun menjadi sepuluh tahun pada 30 Juni lalu untuk mencairkan JHT. Besarannya pun hanya 10 persen,

Namun, karena diprotes banyak kalangan, Jokowi memerintahkan Menteri Tenaga Kerja Hanif Dhakiri untuk merevisi PP tersebut. Dalam revisi itu, para pekerja yang kena PHK atau tidak lagi bekerja bisa mencairkan JHT sebulan setelah kehilangan pekerjaannya.

Sebelumnya, Komisi IX DPR mendesak pemerintah untuk melakukan revisi PP soal JHT dilakukan dalam dua hari sejak rapat pada Senin 6 Juli lalu. Sayang, hingga hari ini, revisi itu belum dilakukan apalagi disosialisasikan kepada para buruh.

(hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER