Jakarta, CNN Indonesia -- Para anggota Komisi IX DPR memprotes ketidakhadiran Menteri Ketenagakerjaan Hanif Dhakiri dalam rapat dengar pendapat antara Komisi IX bersama Kemenaker dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial Ketenagakerjaan. Menurut para anggota, seharusnya Hanif hadir dalam rapat yang dinilai penting ini.
Protes pertama dilontarkan oleh politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Ribka Tjiptaning. Menurut Ribka, seharusnya Menaker perhatian terhadap masalah Jaminan Hari Tua karena menyangkut masalah buruh.
"Jika menterinya tidak datang artinya tidak
care, padahal ini persoalan buruh," kata Ribka di Ruang Komisi IX DPR, Jakarta, Senin (6/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ribka kemudian mendesak agar rapat kali ini ditunda hingga Hanif bisa hadir di ruang sidang. Mendapat pembukaan dari Ribka, anggota yang lain pun mulai berbondong-bondong memberikan protesnya terhadap ketidakhadiran Hanif.
Anggota Komisi IX berikutnya yang melakukan protes adalah Irma Suryani. Politikus Partai NasDem tersebut juga menganggap bahwa rapat tidak bisa dilanjutkan lantaran jajaran yang mewakili Kemenaker tidak memiliki kapasitas untuk mengambil kebijakan.
Terkait ketidakhadiran Hanif, Ketua Komisi IX DPR Dede Yusuf didesak untuk menggelar sesi mendengarkan pandangan fraksi terkait perlu tidaknya rapat dilanjutkan atau tidak. Fraksi pertama yang dimintai pendapat adalah Fraksi Hanura, dan mereka setuju agar rapat ditunda sampai Hanif bisa hadir di ruang Komisi IX.
Setelah itu, Fraksi Partai Amanat Nasional menyusul menyetujui penundaan rapat. Selanjutnya fraksi yang tergabung dalam Koalisi Merah Putih lainnya yaitu Fraksi Partai Gerindra, Partai Golongan Karya, dan Partai Keadilan Sejahtera menyatakan persetujuannya.
Dari Koalisi Indonesia Hebat, PDI Perjuangan sudah jelas meminta agar penundaan dilakukan karena masih ada batas 20 jam hingga masa sidang ke empat DPR RI berakhir besok, Selasa (7/7). Lalu PPP pun ikut menyatakan persetujuan, dilanjut dengan Irma Suryani dari Partai NasDem. Sementara Partai Kebangkitan Bangsa, partai asal Hanif, ikut-ikutan setuju terhadap penundaan tersebut.
Begitupun dengan Fraksi Partai Demokrat menyatakan sepakat dengan sikap dua koalisi tersebut, yaitu meminta Hanif Dhakiri untuk hadir di ruang sidang.
Setelah itu, akhirnya Dede Yusuf pun menyatakan simpulan akhir rapat yang salah satunya adalah menyetujui penundaan sidang hingga Menaker bisa hadir di ruang sidang. "Komisi IX DPR RI akan mengagendakan rapat kerja dengan Menteri Ketenagakerjaan pada Selasa (7/7), dan diadakan setelah rapat paripurna," kata Dede. (Baca:
Aturan BPJS, Dede Yusuf Siap Bertarung dengan Menteri Hanif)
Sebelumnya, Komisi IX memang sudah mengagendakan rapat bersama Menaker Hanif Dhakiri untuk meminta penjelasan mengenai aturan Jaminan Hari Tua. Sayangnya Hanif sebagai orang yang paling dicari Komisi IX tidak akan hadir dalam rapat tersebut.
Dede Yusuf mengatakan bahwa Hanif memiliki agenda lain yang tidak bisa ditinggalkan. "Iya tidak hadir karena ada rapat terbatas dengan presiden," ujar Dede saat ditemui di Kompleks DPR RI, Senin (6/7). (Baca:
Menteri Hanif Bertemu DPR Bahas Kisruh Aturan Baru JHT)
Regulasi baru pencairan dana Jaminan Hari Tua mengatur saldo baru bisa diambil setelah pekerja menjalani masa kerja sepuluh tahun. Padahal pada aturan sebelumnya syarat pengambilan dana hanya lima tahun masa kerja.
Ramainya penolakan membuat pemerintah berinisiatif merevisi Peraturan Pemerintah tentang JHT. Dalam revisi nantinya diatur bagi pekerja yang dipecat atau tidak lagi bekerja bisa mencairkan dana JHT sebulan setelah kehilangan pekerjaannya.
Sementara dalam tanggapannya atas petisi online ‘Membatalkan kebijakan baru pencairan dana JHT minimal 10 tahun’ di change.org, Hanif menyatakan PP JHT merupakan amanat Pasal 37 ayat 3 Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) yang dibuat oleh DPR periode lalu.
“Jika Peraturan Pemerintah sepenuhnya disusun oleh jajaran lintas kementerian, maka UU merupakan produk politik legislatif di masa itu,” kata Hanif. (Baca:
Menteri Hanif: PP Jaminan Hari Tua Amanat UU yang Disusun DPR)
Menurut menteri asal Partai Kebangkitan Bangsa itu, program JHT memang bukan tabungan biasa, melainkan tabungan masa tua untuk perlindungan dan kesejahteraan di usia senja saat pekerja tak lagi produktif.
Meski demikian, ujar Hanif, pemerintah paham kondisi sebagian masyarakat yang membuat mereka masih lebih berpikir tentang hari ini dan besok ketimbang masa tua kelak. Inilah yang membuat aturan baru JHT butuh masa transisi.
(obs)