Ketika Tarmo Memutuskan Tak akan Mudik Naik Motor Lagi

Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Rabu, 15 Jul 2015 14:00 WIB
Bukan karena Tarmo punya duit lebih banyak atau sudah beli mobil. Tarmo merasakan nyaman dan amannya ikut mudik gratis.
Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dan Menteri Komunikasi dan Informatika Rudiantara melepas ribuan pemudik yang berangkat ke kampung halamannya di kawasan Parkir Timur Senayan, Jakarta, (14/7). (CNN Indonesia/Lalu Rahadian)
Jakarta, CNN Indonesia -- Sejak pagi, Tarmo (48) duduk di sebuah terpal luas di kawasan Parkir Timur Senayan, Jakarta, Selasa (14/7). Meski badannya kurus, dia membawa kardus dengan aneka ukuran. Dia tak sendiri. Terlihat beberapa orang yang juga membawa kardus serta tas besar-besar juga duduk di sekitarnya.

Tarmo dan orang-orang yang duduk di terpal luas itu masih menunggu bus yang hendak membawanya ke kampung halamannya di Purwokerto, Jawa Tengah. Mereka ikut sebuah program mudik gratis yang digagas oleh sebuah perusahaan.

Sejak banyak acara mudik gratis, Tarmo mengaku tak pernah kelelahan saat musim mudik Lebaran. Ayah empat anak ini bahwa merasa lebih senang. Berkat mudik gratis pula, lelaki yang bekerja sebagai tukang antar beras di daerah Kebon Kacang, Jakarta Pusat ini memutuskan untuk tidak akan lagi mudik naik motor untuk pulang ke Purwokerto. (Baca juga: Sejarah Mudik, Batavia, dan Kereta Api)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bagi Tarmo dan juga jutaan orang lainnya, mudik dengan naik sepeda motor adalah sebuah perjalanan pulang yang menantang maut. Sepeda motor adalah alat transportasi yang paling rawan kecelakaan dan memiliki tingkat keselamatan yang paling rendah dibanding alat transportasi lain, seperti mobil, bus, kereta api atau pesawat terbang. Tidak ada pembatas antara pengendera motor dengan kendaraan lainnya. Ini tentu beda dengan mobil atau bus.

Mautnya perjalanan pulang mudik bisa ditengok dari data Korlantas Polri. Pada hari keempat Operasi Pengamanan Lebaran sudah ada 723 kecelakaan. Kecelakaan itu membuat 152 orang tews, sementara korban luka berat 251 orang. Sisanya adalah korban luka ringan. (Baca juga: Pemudik Truk: Kendaraan Kami Paling Hina)

Sedang pada mudik tahun 2013 terjadi 3.675 kasus kecelakaan, sementara pada  2014 menjadi 3.057 kasus atau turun 17 persen.
Dari kecelakaan yang ribuan itu, pada 2013, jumlah meninggal dunia sebanyak 795 orang, sementara pada 2014 menjadi 650 orang, atau terjadi penurunan 18 persen. Untuk luka berat, pada 2013 sebanyak 1.303 orang dan pada 2014 menjadi 1.045 orang atau terjadi penurunan sebanyak 20 persen.

“Saya memutuskan untuk tidak akan lagi mudik naik sepeda motor lagi,” kata Tarmo. Keputusan itu dia usai mengikuti mudik gratis pada Lebaran tahun lalu. Pengalamannya ikut mudik gratis membuat Tarmo selalu berusaha untuk bisa ikut acara mudik gratis, baik yang diadakan oleh pemerintah atau swasta. (Baca juga: Kemenhub Angkut 2.900 Motor Pemudik dengan 71 Truk)

"Lebih baik ikut mudik gratis soalnya tidak capek. Menarik juga karena ada jaminannya, aman, enak, dapat uang, dan dapat banyak fasilitas," ujar Tarmo.

Tarmo lalu menceritakan lelahnya mudik ke kampung halaman dengan naik sepeda motor. Jarak antara Jakarta dengan Purwokerto itu sekitar 360 kilometer. Tarmo mengaku harus mengendarai motor sekitar 12 sampai 15 jam. Jika letih, dia memilih berhenti untuk istirahat. Belum lagi soal keselamatan selama dia berkendara. Konsentrasi menurun atau kurang awas saja, nyawa taruhannya. (Baca juga: Keramaian Jakarta Tak Mampu Ganti Kebahagiaan Mudik)

Saat mudik naik sepeda motor ke kampung halamannya di Purwokerto, Tarmo mengaku berkendara sendiri. Dia memang tinggal sendiri di Jakarta. Istri dan keempat anaknya dia tinggal di kampung. Tarmo mengaku masih belum bisa menghidupi anak istrinya jika semuanya ikut diboyong ke Jakarta. Apalagi, Tarmo sebenarnya ingin tinggal di kampung halamannya, bukan menghabiskan masa tua sekaligus membesarkan anak-anaknya di Ibu Kota yang keras.

Yang ada di pikiran Tarmo sekarang adalah bekerja keras di Jakarta. Uang hasil kerjanya akan dikirimkan ke keluarga di kampung dan sebagian untuk hidupnya di Jakarta. Dia berharap, uang kiriman itu bisa jadi sesuatu. Untuk itu, sampai saat ini, Tarmo mengaku masih belum bisa beranjak dari Ibu Kota.

Dia bahkan bertekad untuk bekerja di Jakarta hingga fisiknya tidak mampu lagi. "Kalau ekonomi sudah mencukupi, enak sih tinggal di kampung. Bisa usaha juga kan di sana. Kalau kita tenaganya sudah tua, pasti mau tidak mau balik ke kampung," kata Tarmo.

Setiap Lebaran, Tarmo mengaku selalu rindu kampung halamannya. Bertemu keluarga, berbincang dengan sanak saudara dan teman-teman lama. Tak ada obat untuk itu bagi Tarmo selain mudik. (Baca juga: Cerita Mudik Nenek Iyem, Pulang untuk Ingat Masa Susah)

Tahun ini, Tarmo kembali ke kampung halaman bersama rombongan pemudik lain yang diangkut oleh salah satu perusahaan telekomunikasi di Indonesia. Ia berangkat meninggalkan Jakarta sejak pukul 10.00 WIB.

Jika tidak ada aral rintangan, Tarmo akan sampai ke kampungnya pada pukul 22.00 WIB hari yang sama. Pria itu akan berada di Purwokerto hingga minggu depan, sebelum akhirnya kembali ke ibu kota untuk mengumpulkan uang demi anak dan istrinya. (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER