Jalur Pantura, Jejak Daendels yang Mulai Ditinggalkan Pemudik

Helmi Firdaus | CNN Indonesia
Rabu, 15 Jul 2015 13:15 WIB
Sejak Tol Cipali beroperasi, jalur pantura lengang ditinggal pemudik. Jalur bersejarah itu dibangun di atas ribuan tumpukan mayat.
Pemudik bertiket menunggu pintu masuk dibuka di Stasiun Kereta Api Senen, Jakarta, Kamis, 9 Juli 2015. Puncak arus mudik penumpang yang menggunakan kereta api di Stasiun Senen, Jakarta Pusat, diprediksi mulai H-5 hingga H-1. (CNN Indonesia/Safir Makki)
Jakarta, CNN Indonesia -- Awaluddin M Ahmad (37) tengah menyiapkan semua barang bawaan di ruang tengah rumahnya yang baru saja direnovasi di Perumahan Dukuh Zamrun, Cimuning, Kota Bekasi. Beberapa tas sudah rapi. Tidak lupa dia membawa bantal dan guling kesayangan anaknya yang bungsu, perempuan berumur lima tahun. Dia bersiap untuk mudik ke Lamongan, Jawa Timur, Selasa (12/7).

Ini adalah mudiknya yang ke-14. Sejak pindah ke Bekasi tahun 2000, Comot, begitu dia biasa disapa, selalu mudik tiap tahun. Dia mudik bersama istrinya sejak belum punya anak hingga kini punya ‘buntut’ dua. Anaknya yang tertua, laki-laki sudah berusia 11 tahun.

Comot mudik selalu dengan menggunakan mobil pribadi, sebuah station wagon dan tanpa menyewa sopir. “Saya memang suka nyetir. Dulu cita-cita jadi sopir truk,” kata Comot saat berbincang dengan CNN Indonesia sebelum berangkat. Dia kini bekerja sebagai kepala cabang sebuah perusahaan yang bergerak di bidang otomotif yang kantor pusatnya di Gresik, Jawa Timur. (Baca juga: Sejarah Mudik, Batavia, dan Kereta Api)

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Ada beberapa alasan mengapa Comot memilih mudik naik mobil pribadi. Pertama, dia bisa mudik sesukanya. Kedua, saat saat di kampung halaman, mobil itu berguna untuk aktivitas silaturahmi keluarga besar. “Saya gak tahan mudik pakai kendaraan umum. Antre tiketnya yang payah. Kalau sendiri mungkin tidak apa-apa,” tuturnya.

Pada mudiknya yang ke-14 ini, Comot dan keluarga akan menempuh jalur pantura. Untuk urusan mudik saja, Comot sudah 26 kali menyusuri jalur pantura. Hitungan ini adalah berangkat dan pulang.

“Kalau pantura, saya relatif hafal,” terangnya lalu terkekeh. Comot menjelaskan, jalur Pantura itu, jalannya bagus hingga Semarang. Tetapi macetnya luar biasa. Lepas Semarang, jalan lebih jelek, bergelombang, tapi sudah lancar tanpa kemacetan berarti. (Baca juga: Pemudik Truk: Kendaraan Kami Paling Hina)

Comot memilih jalur pantura untuk mudik karena menurutnya lebih hemat waktu. Kontur jalurnya pun landai, tidak berkelok-kelok. “Ini bikin kita tidak bosan,” ungkapnya. Saat awal mudik, perjalanan itu bisa dia tempuh dalam 18-20 jam dengan dua kali istirahat di Cirebon lalu di Tuban.

Sekarang, karena faktor usia, dia bisa tiga kali istirahat. “Istirahatnya bukan sebentar, tapi benar-benar tidur di losmen atau hotel,” ungkapnya. Berkat patuh pada tubuh dengan memberi istirahat jika lelah, selama 26 kali Comot mudik melewati jalur pantura, dia selalu selamat.

Jalur Pantura Mulai Ditinggalkan

BACA HALAMAN BERIKUTNYA

HALAMAN:
1 2 3
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER