Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk mengubah susunan menterinya di Kabinet Kerja pada momentum setelah Idul Fitri ini perlu melakukan pembicaraan terlebih dahulu dengan ketua umum partai yang menjadi koalisi PDI Perjuangan.
Politikus PDI Perjuangan Budiman Sudjatmiko mengatakan secara etika politik hal tersebut mesti dilakukan bila menteri yang akan digeser posisinya atau dicopot merupakan kader salah satu partai yang ada di Koalisi Indonesia Hebat.
“Ketua umum partai akan dimintai pandangannya oleh Presiden Jokowi kalau memang menteri tersebut merupakan kader partainya,” ujar Budiman kepada CNN Indonesia, Selasa (21/7).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Misalnya seorang menteri yang akan dirombak merupakan kader PDIP maka Jokowi meminta pendapat dari Megawati. Begitu pun kalau menteri tersebut adalah kader Partai NasDem maka Jokowi berbicara dengan Surya Paloh. “Kalau menterinya dari PKB maka minta pandangan dari ketua umum PKB dulu,” ucap Budiman. (Baca:
Jokowi Belum Bahas secara Khusus Perombakan Menteri)
Budiman mengatakan, dulu ketika Jokowi hendak memilih menteri yang merupakan kader suatu partai, ketua umum partai tersebut dimintai pendapatnya oleh Jokowi terlebih dulu.
Namun sebenarnya, kata Budiman, hal tersebut tidak mutlak harus dilakukan oleh Jokowi selaku Presiden karena memiliki hak prerogatif. “Bukan kewajiban tapi lebih kepada etika. Etika politik dengan kewajiban politik berbeda,” ujarnya. (Baca:
Luhut: Presiden Cukup Data untuk Putuskan Reshuffle Kabinet)
Anggota Komisi Pemerintahan Dalam Negeri DPR ini menyatakan pentingnya Presiden Jokowi mempertimbangkan tiga hal dalam memilih menteri yaitu pertimbangan kenegaraan, pembangunan, dan kekuasaan. Ketiga hal tersebut tidak bisa dipisahkan sebab kalau salah satu ada yang hilang maka yang nanti dirugikan adalah rakyat.
Menurut Budiman kalau menteri hanya bisa untuk memperkuat pembangunan tapi tidak bisa memperkuat kekuasaan dan kenegaraan maka hanya target pembangunan yang bisa dicapai. “Target pengamanan kekuasaan tidak tercapai, begitupun dengan kenegaraan,” kata dia.
Budiman menyebut konsultasi atau meminta pandangan dari ketua umum partai merupakan bagian dari pertimbangan kekuasaan untuk menguatkan jalannya pemerintahan. (Baca:
Jokowi: Saya Sudah Ngomong, Kalau Dicopot ya Dicopot!)
Budiman mengingatkan berhasil atau tidaknya kepemimpinan seorang presiden sangat tergantung pada menteri-menterinya. Artinya, presiden tidak boleh salah dalam memilih menteri sebagai pembantunya.
Dia juga meminta jangan dibedakannya kemampuan seorang menteri yang berlatar kader partai dengan kalangan profesional karena politikus bisa menjadi seorang profesional. “Ada banyak politikus yang dulu juga berlatar belakang profesional, di luar PDIP juga banyak,” tuturnya.
Budiman menyoroti sejumlah menteri yang perlu dirombak tidak hanya yang membidangi ekonomi tapi juga politik. “Yang urgen untuk diganti memang bidang ekonomi yang berkaitan dengan sektor keuangan, industri, dan perdagangan,” ujarnya. (Baca:
PDIP: Menteri-menteri Ekonomi Kurang Gebrakan, Rombak Saja)
Budiman mempertanyakan bagaimana performa beberapa menteri tersebut terkait penyerapan anggaran dan nilai tukar rupiah terhadap dolar yang belakang terus melemah. “Bagaimana target dari program Nawa Cita yaitu sembilan agenda yang menjadi prioritas Jokowi-JK bisa tercapai,” kata dia.
Adapun politikus Partai Golkar Indra J Piliang mengatakan Presiden Jokowi memang perlu melakukan reshuffle setelah momentum Lebaran ini. “Saya kira secara obyektif harus ada menteri yang dievaluasi, terutama menteri-menteri yang buruk koordinasinya,” ujar Indra kepada CNN Indonesia, Selasa (21/7).
Namun Indra mengingatkan perlu diberinya waktu lebih bagi 13 menteri yang mengalami perubahan nomenklatur pada kementeriannya. Di antaranya yaitu Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Riset dan Teknologi, Kementerian Pekerjaan Umum, Kementerian Perumahan Rakyat, Kementerian Tenaga Kerja dan Transmigrasi, dan Kementerian Pembangunan Daerah Tertinggal. (Baca:
Zulkifli Hasan Minta Jokowi Tunda Reshuffle Hingga Setahun)
“Mereka itu yang memakai APBN besar namun penyerapannya belum berjalan maksimal karena adanya perubahan pada struktur dan sumber daya manusianya,” tutur Ketua Dewan Pimpinan Pusat Bidang Penelitian dan Pengembangan Partai Golkar kubu Agung Laksono ini.
(obs)