Jokowi Diminta Tak Intervensi hingga Penentuan Pangdam

Abraham Utama | CNN Indonesia
Kamis, 30 Jul 2015 16:49 WIB
Mutasi para perwira diawal pergantian panglima TNI bukan hal baru. Meski demikian, ada kecenderungan politis di baliknya.
Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal TNI Gatot Nurmantyo (kanan) - kini Panglima TNI - meneriakkan yel-yel bersama prajurit saat mengunjungi lomba peleton tangkas (Ton Tangkas) di kawasan perbukitan Menoreh Borobudur, Magelang, Jateng, Kamis (11/6). (ANTARA FOTO/Anis Efizudin)
Jakarta, CNN Indonesia -- Panglima TNI Jenderal Gatot Nurmantyo akhir pekan lalu mengeluarkan surat keputusan bernomor Kep/593/VII/2015 yang merotasi 84 perwira tinggi pada tiga matra: darat, laut, dan udara. Pergantian pimpinan di berbagai institusi di bawah kepala staf tersebut diharapkan bebas dari unsur politik dan mengedepankan pertimbangan obyektif.

Direktur Program Imparsial, Al Araf, mengatakan rotasi di awal masa kepemimpinan panglima baru sebenarnya bukanlah hal baru. Ia berkata, orang-orang nomor satu di TNI sebelumnya juga melakukan hal serupa.

Akan tetapi, Al Araf melihat kecenderungan politis di balik mutasi para perwira tinggi TNI tersebut, terutama di tubuh angkatan darat.

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

“Pemilihan pengisi jabatan baru perlu didasarkan pada pertimbangan obyektif. Jangan akibat pertimbangan politik seperti pernah menjadi Danpaspamres (Komandan Pasukan Pengamanan Presiden) pada masa pemerintahan sebelumnya lalu dibuang ke jabatan yang tidak strategis,” ujar Al Araf kepada CNN Indonesia, Rabu (29/7) malam.

Sebagaimana diberitakan sebelumnya, berdasarkan surat keputusan Gatot, dua mantan Danpaspampres di era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono dimutasi ke jabatan yang tidak strategis.

Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus Mayor Jenderal Doni Monardo dialihtugaskan menjadi Panglima Komando Daerah Militer XVI/Pattimura. Doni yang pernah menjabat sebagai Danpaspampres pada tahun 2008 hingga 2010 akan menangangi pertahanan teritorial di wilayah yang jauh dari pusat kekuasaan, yaitu di Maluku dan Maluku Utara.

“Pengalaman sebelumnya, posisi Pangdam Jaya biasanya ditempati mantan Danjen Kopassus. Pangdam Pattimura terlalu tidak strategis bagi Doni, jika melihat kemampuannya sebagai Danjen Kopassus dan Danpaspampres.,” kata Al Araf.

Mutasi serupa juga dialami Mayjen Agus Sutomo. Panglima Kodam Jaya yang pernah menjadi Danpaspampres pada tahun 2012 itu dimutasi menjadi Komandan Komando Doktrin, Pendidikan dan Latihan TNI AD, jabatan yang tidak sementereng penguasa teritorial seperti pangdam.

Tak hanya dua jenderal bintang tersebut, Gatot juga melepaskan Letnan Jenderal Muhammad Munir dari posisi Wakil Kepala Staf Angkatan Darat. Munir yang pernah menjadi ajudan SBY pada tahun 2009 hingga 2010 dibebastugaskan dari jabatan apapun. Padahal Munir baru akan memasuki masa pensiun dua tahun mendatang.

“Ada kecenderungan tertentu, rotasi tidak dapat dilepaskan dari perubahan kekuasaan dan politik. Ini seharusnya diganti dengan tradisi yang lebih baik, jangan melihat sosok tertentu dari kaca mata pemerintahan yang lalu,” tutur Al Araf.

Lebih dari itu, mutasi yang dilakukan Gatot menyisakan dua jabatan kosong, yakni Pangdam Jaya dan Pangdam Bukit Barisan. Al Araf berharap Jokowi tidak terlalu jauh mengintervensi Gatot, terutama untuk pengisian jabatan Pangdam Jaya.

Berkaca pada negara-negara yang menganut demokrasi, Al Araf berkata, presiden selayaknya menghindari intervensi berlebihan pada pemilihan jabatan di bawah level kepala staf. “Jika tidak, ini akan menimbulkan ketidakharmonisan dan mengurangi kesolidan di internal TNI sendiri,” ungkapnya (hel)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER