Jakarta, CNN Indonesia -- Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) bidang Politik Hukum dan Keamanan Fadli Zon mengatakan besarnya kemungkinan penolakan terhadap pasal penghinaan presiden, saat dibahas di DPR.
Diketahui, lima pasal terkait penghinaan presiden dimasukkan kembali ke rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana (KUHP). RKUHP ini telah diterima Komisi Hukum DPR dan akan dibahas bersama pemerintah usai masa reses mendatang.
"Kami punya semangat untuk menolak itu," ujar Fadli di Gedung DPR, Jakarta, Jumat (7/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurutnya, dihidupkannya kembali pasal tersebut malah akan membuat permasalahan baru. Pasal tersebut menjadi pasal karet dan dapat diinterpretasikan dengan bebas karena tidak didetilkannya definisi penghinaan dalam pasal-pasal tersebut.
Selain itu, ia mengingatkan presiden sama kedudukannya dengan masyarakat biasa di hadapan konstitusi, hukum dan pemerintahan. Menurutnya, presiden masih tetap bisa mengadukan apabila merasa dihina. Pelaku penghinaan dapat dikenakan pasal pencemaran nama baik.
Hal serupa disampaikan Direktur Eksekutif Lembaga Kajian dan Advokasi untuk Independensi Peradilan (LeIP) Arsil. Menurutnya, perlakuan hukum yang sama perlu diberikan terhadap presiden dan rakyat lainnya. Menurutnya, hukuman yang diberikan kepada si pelaku menjadi titik masalah baru.
"Ketika orang demo, polisi bisa gunakan pasal itu, ancamannya lima sampai sembilan tahun. Polisi bisa menahan," ujar Arsil.
Pasal penghinaan presiden sesungguhnya telah dihapus Mahkamah Konstitusi pada tahun 2006. Saat itu pasal yang dihapus berbunyi “Penghinaan dengan sengaja terhadap Presiden dan Wakil Presiden dihukum dengan hukuman penjara selama-lamanya enam tahun atau denda sebanyak-banyaknya Rp4.500.”
Kini kausa serupa yang dimasukkan ke dalam Pasal 263 Ayat 1 RUU KUHP berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden atau Wakil Presiden, dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."
Delik itu diperluas pada Pasal 264 RUU KUHP yang berbunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV.
(pit)