Jakarta, CNN Indonesia -- Tim Satuan Tugas khusus Kejaksaan Agung akan berangkat ke Sumatera Utara untuk menyidik aliran dana bantuan sosial pada pekan depan. Penyidikan akan dilakukan ke beberapa perusahaan dan media yang diduga menerima aliran dana bansos dari Pemerintah Provinsi Sumatera Utara pada 2011-2013.
"Berikutnya akan kita mintai keterangan untuk membuktikan apakah benar jumlah uang yang diterima mereka (beberapa perusahaan dan media) itu sesuai dengan laporan," ujar Kepala Sub Direktorat Penyidikan Jampidsus Kejagung Sarjono Turin saat dihubungi CNN Indonesia, Selasa (11/8).
Selain berangkat ke Sumut, Satgasus Kejagung juga hendak bekerjasama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengaudit dana bansos. Audit dilakukan untuk mengetahui jumlah dana yang mengalir dalam penganggaran bansos di Sumut, dan taksiran kerugian negara yang timbul akibat itu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Perkembangannya, tim akan melakukan koordinasi ke BPK untuk melakukan audit perhitungan uang yang tidak dapat dipertanggungjawabkan itu," ujar Turin.
Sebagaimana diberitakan sebelumnya, setidaknya 13 media, wartawan dan perkumpulan wartawan masuk dalam daftar penerima Dana Bansos Sumut yang dirilis Badan Pemeriksa Keuangan. Masing-masing media tersebut menerima uang sekitar Rp 30 juta.
Nama-nama media itu antara lain Surat Kabar Nasional Bidik Kasus, Surat Kabar Suara Kita, Ikatan Jurnalis Indonesia, Yayasan Medan Pers dan Persatuan Jurnalis Warga Indonesia.
Dalam daftar tersebut, dana bansos yang diserahkan kepada sejumlah media, wartawan dan perkumpulan wartawan itu tercatat akan digunakan untuk kegiatan seperti pelatihan jurnalistik.
Penyaluran bansos di Sumut dinilai tidak sesuai dengan Peraturan Gubernur Sumatera Utara Nomor 14 Tahun 2013 tentang Pedoman Pengelolaan keuangan Satuan Kerja Pengelola Keuangan Daerah Provinsi Sumatera Utara.
Pada peraturan itu, penerima bantuan disebut haruslah diseleksi terlebih dahulu. Kegiatannya pun ditujukan untuk melindungi risiko sosial. Selain itu, penerima wajib untuk melaporkan kegiatannya kepada pemerintah.
Sebelumnya, Wakil Gubernur Sumatera Utara Tengku Erry Nuradi menyatakan dana bantuan sosial di Pemerintah Sumut bermasalah lantaran lembaga-lembaga penerima dana bansos tidak memberikan laporan pertanggungjawaban. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menaksir jumlahnya mencapai Rp 98 miliar.
"Rp 98 miliar itu berdasarkan temuan BPK. Kemudian setelah diverifikasi lagi, berkurang angkanya menjadi sekitar Rp 50 miliar," ujar Erry di sela pemeriksaan kasus dugaan korupsi dana bansos Sumut di Kejaksaan Agung, pekan lalu.
Erry mengaku tak ingat pasti jumlah lembaga yang menerima dana bansos dari Pemprov Sumut. Namun dia menegaskan jumlah duit yang tidak dipertanggungjawabkan itu merupakan dana bantuan yang dicairkan dari Anggaran Pendapatan Belanja Daerah tahun 2011, 2012, dan 2013.
Erry menyatakan dirinya baru menjabat sebagai wakil Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho terhitung sejak 16 Juni 2013. Sehingga dia mengaku tidak tahu persis alasan yang membuat lembaga-lembaga penerima kucuran dana bansos lepas dari tanggung jawab.
Erry Nuradi mengaku telah mengingatkan Gubernur Sumut Gatot Pujo Nugroho, soal temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) tehadap dana bantuan sosial (bansos) yang tidak dipertanggungjawabkan senilai Rp 98 miliar.
"Kami sudah mencoba menyampaikan itu, tapi tetap kebijakan dan keputusan itu ada di tangan pimpinan," ujar Erry.
BACA FOKUS:
Ini Soal Perkara Gubernur Gatot (hel)