Kejaksaan Belum Terima Salinan Putusan MA Soal Supersemar

Resty Armenia, Lalu Rahadian | CNN Indonesia
Selasa, 11 Agu 2015 15:50 WIB
Keluarga Soeharto harus membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp4,4 triliun. Namun kapan waktu eksekusi dan berapa lama belum bisa dipastikan.
Keluarga Soeharto mesti membayar ganti rugi kepada negara sebesar Rp4,4 triliun. (Dok. Istimewa)
Jakarta, CNN Indonesia -- Kejaksaan Agung belum menerima salinan putusan penerimaan peninjauan kembali (PK) oleh Mahkamah Agung soal ganti rugi Rp4,4 triliun yang harus dibayarkan oleh keluarga Soeharto terkait dugaan penyalahgunakan uang Yayasan Supersemar. (Baca: Jejak 17 Tahun Perkara Keluarga Cendana)

Oleh sebab salinan putusan belum diterima, maka Kejaksaan Agung belum bisa memastikan langkah yang akan diambil pasca penerimaan PK tersebut. (Baca: Kronologi Kasus Supersemar Rp4,4 Triliun Soeharto)

“Salinan putusannya belum kami terima sekarang. Nanti setelah kami terima, baru bisa kami analisis berapa lama (waktu eksekusi), kesulitannya apa dan di mana, solusinya apa," ujar Jaksa Agung M Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan Bogor, Jawa Barat, Selasa (11/8).

ADVERTISEMENT

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Waktu eksekusi, kata Prasetyo, ditentukan oleh faktor kesulitan mengeksekusi. "Semakin tinggi kesulitannya, semakin lama," ujarnya.

Namun Prasetyo menjamin Kejaksaan Agung bakal langsung mengeksekusi jika putusan sudah ada. “Kenapa tidak?” kata Prasetyo.

Hal serupa dikatakan Jaksa Agung Muda Perdata dan Tata Usaha Negara (Jamdatun) Kejagung Noor Rachmad. “Sampai saat ini kami belum terima putusannya. Jadi kami masih menunggu seperti apa. Kami tahu (permintaan PK) dikabulkan, tapi salinan putusan belum ada sehingga sikap belum bisa diambil," ujar Noor.

Nantinya eksekusi putusan PK dari MA dilakukan oleh Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. (Baca juga: Kejaksaan-PN Jaksel Koordinasi Eksekusi Putusan Supersemar)

Pada perkara Yayasan Supersemar, Kejaksaan Agung pada 2008 menuding yayasan itu dan Soeharto menyalahgunakan uang senilai US$420 juta dan Rp 185 miliar ditambah ganti rugi imateriil Rp10 triliun.

Jaksa Pengacara Negara pun menggugat Soeharto (tergugat I) dan Yayasan Supersemar (tergugat II) sebesar US$420 juta dan Rp 185 miliar ditambah ganti rugi imateriil Rp 10 triliun pada sidang yang berlangsung di PN Jakarta Selatan. Akhirnya, Yayasan Supersemar milik Soeharto dinyatakan bersalah karena menyalahgunakan dana dengan memberikan pinjaman dan penyertaan modal dari dana itu ke berbagai perusahaan.

Oleh karena perkara perdata Yayasan Supersemar digelar di PN Jakarta Selatan, maka hak untuk mengeksekusi putusan pun dimiliki panitera pengadilan itu.

Saat itu meski Yayasan Supersemar dan Soeharto dinyatakan salah, putusan tak dapat dieksekusi karena ada kesalahan ketik. Angka yang seharusnya tertulis Rp185 miliar menjadi Rp185 juta karena jumlah nol dalam ketikan tersebut kurang tiga.

Perkara salah ketik putusan MA atas kasus Yayasan Supersemar telh disoroti Jaksa Agung Basrief Arief pada Juni 2013. Saat itu Basrief mengaku telah menerima salinan putusan kasus Yayasan Supersemar dari MA. Namun putusan tersebut keliru dalam hal jumlah nominal yang harus dibayar.

Vonis bersalah atas Supersemar dan Soeharto diputuskan PN Jakarta Selatan pada 28 Maret 2008 dan dikuatkan dengan vonis Pengadilan Tinggi DKI Jakarta pada 19 Februari 2009.

Selanjutnya karena keberatan dengan putusan itu, Supersemar mengajukan kasasi ke MA pada Oktober 2010. Atas kasasi itu, Kejaksaan Agung pun mengajukan PK pada September 2013, yang juga diikuti PK Yayasan Supersemar. MA akhirnya mengabulkan PK negara dan menolak PK Supersemar sehingga keluarga Soeharto mesti membayar Rp4,4 triliun sesuai dengan kurs saat ini.

Saat ini salah ketik putusan kasasi itu telah diperbaiki oleh Mahkamah Agung sehingga keluarga Cendana sebagai ahli waris Soeharto harus membayar ganti rugi kepada negara sejumlah Rp4,4 triliun tersebut. (agk)
LAINNYA DI DETIKNETWORK
LIVE REPORT
TERPOPULER