Jakarta, CNN Indonesia -- Penilaian publik menjadi salah satu tolak ukur penting bagi sebuah pemerintahan untuk mengevaluasi kabinet, tak terkecuali Kabinet Kerja yang dibentuk Presiden Joko Widodo. Menteri yang paling disorot karena dianggap gagal dan memicu kekecewaan masyarakat adalah Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Tedjo Edhy Purdijatno.
Pengganti Tedjo, Luhut Binsar Pandjaitan, telah resmi dilantik hari ini, Rabu (12/8), di Istana Negara, Jakarta. Namun Tedjo tidak hadir dalam pelantikan Menteri Negara Kabinet Kerja Sisa Masa Jabatan Periode tahun 2014-2019 memilih tidak hadir di Istana. Hingga pelantikan berlangsung, Tedjo tak terlihat bersama jajaran menteri Kabinet Kerja.
Keberadaan Tedjo di Kabinet Kerja memang menarik. Karena pencalonan nama peraih tanda kehormatan Panglima Gagah Angkatan Tentera dari Malaysia ini sebelumnya tidak dibicarakan dalam pembahasan internal Partai NasDem. Partai tempat bernaung Tedjo ini sebelumnya hanya mendiskusikan tiga nama yaitu Siti Nurbaya Bakar yang kini menjabat Menteri Kehutanan dan Lingkungan Hidup; Ferry Mursidan Baldan yang dilantik sebagai Menteri Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional; dan salah satu Ketua DPP NasDem Enggartiasto Lukito.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Nama Tedjo baru muncul di belakang hari menjelang detik-detik akhir Jokowi mengumumkan menteri Kabinet Kerja, 26 Oktober 2014. Presiden sendiri saat itu yang meminta satu nama dari NasDem untuk menjadi Menkopolhukam karena dinamika dan perkembangan politik terjadi begitu cepat.
(Baca:
Menteri Tedjo di Rumah Pribadi, Disebut Tak Akan ke Istana)
Jika memutar ulang rekaman saat Jokowi masih mengumpulkan nama-nama calon menteri pemerintahannya, ada 80 nama yang diserahkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk ditelusuri rekam jejak korupsinya. Nama yang kala itu ramai dibicarakan publik untuk menjadi Menkopolhukam adalah mantan Panglima TNI Jenderal (Purnawirawan) Wiranto. Namun nama Wiranto tak muncul saat dipanggil satu per satu oleh Jokowi Minggu sore itu.
Jadilah Tedjo secara resmi menjadi menteri membawahi seluruh menteri di bidang politik, hukum, dan keamanan. Jabatannya yang strategis membuat pernyataan Tedjo kerap menjadi sorotan publik. Termasuk ketika dia mengatakan hal kontroversial.
Pernyataan paling kontroversi itu muncul ketika Tedjo belum genap tiga bulan menjabat menteri, 24 Januari 2015. Kala itu ramai-ramai masyarakat dari berbagai kalangan mendatangi Kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk mendukung lembaga itu dari perseteruan dengan Polri.
Tedjo menyebut dukungan rakyat kepada KPK versus Polri sebagai dukungan dari rakyat yang tidak jelas. “KPK berdiri sendiri dia. Kuat dia. Konstitusi yang akan mendukung, bukan dukungan rakyat enggak jelas itu,” tutur Tedjo.
(Baca:
Bongkar Pasang Menteri Jokowi)
Lontaran kalimat Tedjo saat diwawancarai wartawan itu pun mendapat respons negatif dan memicu kekecewaan bahkan kemarahan publik. Pernyataan "enggak jelas" itu bahkan dijadikan lelucon yang meramaikan media sosial pada medio akhir Januari lalu.
Jokowi melalui Sekretaris Kabinet (Seskab) Andi Widjajanto berpesan kepada Tedjo untuk berhati-hati saat menyampaikan pernyataan di hadapan publik.
Hasil survei Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) pada 23 Juli lalu menyebut Tedjo sebagai menteri dengan kinerja paling buruk dengan hanya mendapat nilai 9,9 persen berdasar kepuasan responden.
Dewan Pimpinan Pusat Projo, organisasi relawan pendukung Jokowi, pada 11 April 2015 menyebut bahwa mereka telah memiliki 14 nama menteri yang harus diganti lantaran mencatatkan kinerja yang buruk. Salah satu menteri yang ada dalam daftar Projo untuk diganti adalah Tedjo.
(Baca:
NasDem Pasrah Jika Jokowi Reshuffle Menteri Tedjo)
"Salah satu Menterinya (dalam daftar Projo) yang bilang ‘enggak jelas, enggak jelas' itu. Dasarnya kami evaluasi kinerja dan performa mereka kalau tidak oke dan tidak 100 persen Nawa Cita dan Trisakti lebih baik out," ujar Ketua DPP Projo Sunggul Hamonangan Sirait.
Tedjo lahir di Magelang, Jawa Tengah, 20 September 1952. Dia tamat dari pendidikan militer pada angkatan laut tahun 1975, mengikuti kursus perwira, dan Lembaga Pertahanan Nasional. Sebelum menjabat menteri, dia menjadi Dirjen Perencanaan Pertahanan Kementerian Pertahanan, Komandan Sesko TNI, dan Kepala Staf Umum TNI.
(rdk)