Jakarta, CNN Indonesia -- Kapolri Jenderal Badrodin Haiti mengatakan bahwa penyelidikan adanya pelanggaran hukum masih dilakukan pihak kepolisian terkait dugaan penimbunan sapi dalam penggerebekan oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus Badan Reserse Kriminal Polri hari ini.
Dalam penggerebekan tersebut, polisi menemukan ratusan sapi yang seharusnya dipotong sejak Idul Fitri lalu masih hidup dan ditimbun.
Kemungkinan adanya permainan kartel pun diakui oleh Badrodin. Namun begitu dirinya masih melakukan pengecekan terhadap lokasi yang diduga menjadi tempat penimbunan sapi tersebut.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ini sedang dipelajari dan dicek apakah ada pelanggaran hukum di sana, ada tidaknya akan tergantung pada hasil penelitian," kata Badrodin saat ditemui di Jakarta, Rabu malam (12/8).
Saat ini, penggerebekan masih dilakukan oleh penyidik Subdit Industri Perdagangan Dittipideksus. Garis batas polisi pun sudah dipasang di area penggerebekan.
Tiga orang yang merupakan pemilik lokasi penggerebekan saat ini sedang dimintai keterangan oleh petugas. Ketiganya berinisial BH, PH, dan SH yang merupakan pemilik dari PT Brahman Perkasa Sentosa.
Khusus untuk SH, dia juga disebut menjadi pemilik dari PT Tanjung Unggul Mandiri. Selain memasang garis polisi dan memeriksa saksi, penyidik juga telah mengamankan beberapa dokumen terkait dengan proses keluar masuknya sapi tersebut.
Sebelumnya Kabareskrim Komisaris Jenderal Budi Waseso mengungkapkan bahwa sapi-sapi yang ditemukan oleh penyidik merupakan sapi yang diimpor dari Australia.
Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Charliyan mengungkapkan bahwa lokasi penggerebekan terletak di belakang Bandara Internasional Soekarno-Hatta.
"Lokasinya Jl. Kampung Kelor No. 33, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang dan Jalan Suryadharma, Selapajang," kata Anton saat ditemui di Jakarta, Rabu malam (12/8).
Lokasi tersebut, kata Anton merupakan alamat dari perusahaan bernama PT Brahman Perkasa Sentosa.
Menurut Kapolri Jenderal Badrodin Haiti, ada beberapa pelaku usaha yang melakukan aksi bandel hingga berakibat pada matinya produksi lokal di Indonesia. Pelaku usaha tersebut, katanya, melakukan impor saat Indonesia sedang musim panen.
Menurut data yang sudah dikumpulkan Polri hingga saat ini, ada sekitar tujuh perusahaan yang melakukan aksi bandel tersebut. Tujuh perusahaan tersebut mengincar komoditas perusahaan dalam negeri.
(den)