Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo mengkritik media massa saat menyampaian pidato kenegaraan di hadapan para pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat Indonesia. Menurut Jokowi, media massa saat ini hanya mementingkan rating dan menyampingkan perannya sebagai salah satu aktor pendidikan bagi rakyat.
Jokowi melihat karakter media massa saat ini akan membahayakan kehidupan rakyat Indonesia ke depannya. Apalagi, ia melihat saat ini banyak orang yang merasa bebas berkomentar dan melakukan apapun sesuai kepentingan pribadinya.
"Keadaan ini menjadi semakin kurang produktif ketika media juga hanya mengejar rating dibandingkan memandu publik untuk meneguhkan nilai-nilai keutamaan dan budaya kerja produktif," katanya di Ruang Rapat Paripurna I MPR RI, Jumat (14/8).
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kritik Jokowi terhadap media massa mendapat tanggapan dari Ketua Umum NasDem yang juga pengusaha media Surya Paloh. Menurut Paloh, orientasi rating yang dimiliki media massa memang benar adanya.
Pemilik Media Group itu pun mengimbau media massa untuk melakukan instrospeksi setelah mendengar kritikan Jokowi tadi. Menurutnya, media massa juga berperan dalam pembentukan karakter rakyat yang melenceng dari cita-cita proklamasi dan Pembukaan UUD 1945.
"Kita ada disorientasi juga, kalau mau instropeksi diri. Presiden mengatakan kritiknya menurut saya sih cocok," katanya sambil tertawa.
Kritikan Jokowi yang menyebutkan banyak orang merasa bebas berkomentar, sejalan dengan upaya pemerintah melakukan revisi UU KUHP dengan memasukkan pasal penghinaan presiden.
Pasal penghinaan terhadap presiden sesungguhnya saat ini telah hilang dari KUHP setelah dibatalkan Mahkamah Konstitusi pada 2006. Namun pemerintah kembali memasukkannya ke dalam draf revisi RUU KUHP yang diserahkan ke DPR awal Juni lalu.
Pasal penghinaan presiden yang telah dibatalkan MK berbunyi, "Setiap orang yang di muka umum menghina Presiden dan Wakil Presiden dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan pidana denda paling banyak Kategori IV."
Ruang lingkup pasal itu di RUU KUHP kini diperluas dengan bunyi, "Setiap orang yang menyiarkan, mempertunjukkan, atau menempelkan tulisan atau gambar sehingga terlihat oleh umum, atau memperdengarkan rekaman sehingga terdengar oleh umum, yang berisi penghinaan terhadap Presiden atau Wakil Presiden dengan maksud agar isi penghinaan diketahui atau lebih diketahui umum, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun atau pidana denda paling banyak Kategori IV."
Sebelumnya, Presiden Jokowi juga telah menyatakan tak keberatan apabila pasal penghinaan Presiden ditolak oleh masyarakat maupun DPR. Menurutnya, dia hanya melanjutkan draf Rancangan UU KUHP yang telah disusun oleh pemerintah sebelumnya.
“Ini hanya rancangan. Kalau memang tak ingin (ada pasal penghinaan presiden), ya terserah. Nanti wakil-wakil rakyat yang memutuskan. Pemerintah yang lalu juga usulkan (pasal) itu. Kami melanjutkan, memasukkannya lagi (ke RUU KUHP),” kata Jokowi.
(hel)