Jakarta, CNN Indonesia -- M Jusuf Ronodipuro bekerja sebagai reporter di Hoso Kyoku -radio pemerintah Jepang di Jakarta. Hari itu 14 Agustus 1945. Pemuda Jusuf datang seperti biasa ke kantornya di Jalan Medan Merdeka Utara.
Suasana pagi itu, menurut Jusuf yang bercerita kepada putra sulungnya Dharmawan Ronodipuro suatu hari jauh setelah Indonesia merdeka, terasa berbeda. Beberapa orang Jepang yang bekerja di radio Hoso Kyoku nampak bersedih, bahkan para gadis menangis.
Tak lama melihat pemandangan itu, Jusuf akhirnya tahu kala ternyata terjadi sebuah kejadian besar di Nagasaki, Jepang. Bom atom kedua kiriman Amerika Serikat, jatuh dan membumihanguskan kota. Akibatnya, Jepang menyerah kepada Sekutu.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kabar tentang menyerahnya Jepang disampaikan oleh Mochtar Lubis yang juga bekerja di radio tersebut. Mochtar bekerja di bagian monitoring. Itu artinya Mochtar adalah satu-satunya orang Indonesia yang diizinkan mendengarkan siaran radio asing.
Merasa kabar itu penting untuk disampaikan kepada teman-temannya yang biasa berkumpul di Menteng Raya 31, Jusuf berangkat bermaksud untuk mengabarkan. namun ternyata, beberapa literatur sejarah menyatakan, kalau para pemuda sudah mengetahui kabar yang sama dari Adam Malik yang bekerja di kantor berita DOME.
Pada hari itu juga, Jusuf mendapat tugas untuk meliput kedatangan dua tokoh yang kelak menjadi proklamator, Soekarno dan Mohammad Hatta di bandara Kemayoran sepulang dari Saigon. Kala itu, beberapa pemuda di antaranya Sukarni, Chairul Saleh, AM. Hanafi ikut menjemput dan mendesak Bung Karno dan Hatta agar segera menyatakan kemerdekaan. Namun upaya itu gagal.
Menurut penuturan Jusuf yang dikutip beberapa literatur sejarah, saat itu Bung Karno hanya berkata, “Saudara-saudara tidak usah menunggu umurnya jagung, karena jagung sebelum berkembang kita sudah akan merdeka.”
(Baca juga: Kisah Tentang Si Penyebar Kabar Indonesia Merdeka)
Sepulang dari peliputan di Kemayoran, Jusuf mendapat pesan dari salah seorang pentolan grup pemuda, Sukarni, agar merebut radio Hoso Kyoku karena akan ada pengumuman sangat penting. Namun ternyata tugas itu tak mudah, sebab di pintu masuk kantor tampak tentara Kempetai berjaga-jaga dan melarang orang masuk ke kantor. Hanya karena Jusuf adalah karyawan, ia diizinkan masuk.
Jusuf lantas menyampaikan pesan Sukarni itu kepada Bahtar Lubis yang sama-sama bekerja di bagian redaks). Akan tetapi mereka tetap tak bisa banyak bergerak. Ada dua pengumuman kepada para karyawan: Pertama, para karyawan yang sudah di kantor dilarang keluar lagi dan yang di luar tidak diizinkan masuk. Kedua, siaran luar negeri dihentikan (mungkin agar berita kekalahan Jepang tidak sampai ke rakyat Indonesia).
Dalam masa isolasi itu, para pekerja termasuk Jusuf terpaksa bermalam di sana. Keesokan harinya, tak ada yang istimewa. siaran berjalan seperti biasanya.Baru pada malam hari geliat mulai terlihat. Beberapa pemuda mencoba merangsek masuk ke gedung radio, tapi gagal.
Dari dalam mobil, Sukarni berteriak, “Tunggu, akan ada pengumuman penting,” lalu ia pergi. Kepergian Sukarni seperti yang dicatatkan dalam beberapa buku sejarah adalah insiden pengamanan Bung Karno dan Bung Hatta ke Rengasdengklok. Kedua pemimpin tersebut setuju dan berangkatlah mereka menggunakan mobil ke Rengasdengklok.
Malam harinya kedua pemimpin tersebut kembali ke Jakarta dan langsung melakukan rapat perumusan naskah proklamasi di rumah Laksamana Tadashi Maeda dengan dihadiri anggota PPKI dan angkatan muda. “Saat itu bapak bercerita detik-detik proklamasi terjadi dalam bulan Ramadhan,” katanya.
Selepas pada hari Jumat bersejarah itu, Jusuf Ronodipuro kemudian menjadi sosok penting. ia adalah pemuda yang mengumandangkan Proklamasi ke seluruh dunia, sekitar sembilan jam setelah dibacakan Soekarno.
“Bapak terlibat dalam peristiwa genting itu, tapi ia tak mau menonjolkan diri. Ia pernah berkata kalau peran dirinya hanya sebagai bentuk pengabdiann dan perjuangan dirinya untuk kemerdekaan,” katanya. Nyaris tak ada yang istimewa saking bersahaja.
(sip)