Jakarta, CNN Indonesia -- Presiden Joko Widodo menyatakan tugas menteri adalah mencari solusi masalah agar seluruh rencana dan program pemerintah berjalan baik. Hal itu ia kemukakan menanggapi kritik menteri baru Rizal Ramli terkait rencana pemerintah membangun proyek listrik 35 ribu megawatt. Sang Menko Kemaritiman berpendapat program pembangkit listrik itu terlalu ambisius.
Jokowi mengatakan sadar banyak orang yang memandang proyek listrik 35 ribu megawatt itu sebagai target yang amat ambisius. Namun hal tersebut diperlukan masyarakat karena industri akan berkembang pesat jika ada daya listrik yang mengaliri suatu daerah.
"Memang kebutuhannya seperti itu. Maka dari itu, angka 35 ribu megawatt kalau ada masalah di lapangan, dicarikan solusi. Carikan solusi sehingga investor bisa melaksanakan investasinya," ujar Jokowi di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (19/8), di sela peresmian pembukaan seminar dan pameran Indo Energi Baru dan Terbarukan serta Konservasi Energi.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Tugas mencari solusi, kata Jokowi, sudah jelas menjadi taggung jawab para menteri Kabinet Kerja bentukannya. "Itu tugasnya menteri-menteri. Tugasnya Menko untuk cari solusi, jalan keluar, atas setiap masalah yang dihadapi investor. Misalnya kalau sudah tanda tangan PPA, harus diikuti, ada checklist-nya, izin lahan bagaimana, yang bisa dibantu, bantu. Yang bisa dicarikan solusi, carikan," ujar Presiden.
Menurut sang Kepala Negara, angka 35 ribu megawatt bukan asal dipatok. Jika dulu pemerintah hanya menargetkan aliran listrik serendah 5 ribu megawatt, ujar Jokowi, maka pasti akan mudah tercapai.
"Kalau mau target gampang ya 5 ribu megawatt sajalah, pasti tercapai. Tapi saya enggak mau," ujar Jokowi.
Berdasarkan alasan itulah, tegas Jokowi, pemerintah tidak akan merevisi target tersebut. Pembangunan listrik 35 ribu megawatt harus dilakukan agar listrik di daerah tidak mudah naik turun bahkan padam.
"Kalau tidak mencapai itu (35 ribu megawatt), ya setiap saya ke daerah listrik mati, byarpet semua. Maka saya dorong terus, (proyek) ini harus selesai. Sampai ke urusan pembebasan lahan di Batang, saya dan Wapres sampai turun tangan langsung," kata Jokowi.
Amarah JKSebelumnya, Wakil Presiden Jusuf Kalla meminta Menko Kemaritiman Rizal Ramli untuk mempelajari konteks dulu sebelum mengkritisi sesuatu. Permintaan Kalla itu disampaikan juga terkait kritik Rizal atas pembelian pesawat oleh Garuda Indonesia. (Baca juga:
Jokowi Ingatkan Rizal Ramli terkait Garuda Indonesia)
Namun menanggapi Kalla, Rizal justru menantang sang Wapres berdiskusi di depan umum. “Kalau mau paham, minta Pak Jusuf Kalla ketemu saya, kita diskusi di depan umum," ujar Rizal di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Selasa (18/8).
Kalla mengingatkan Rizal sebagai menteri yang baru sepekan dilantik oleh Jokowi untuk hati-hati berkomentar. “Sebagai menteri harus pelajari dulu sebelum berkomentar. Menteri harus banyak akalnya. Kalau kurang akal pasti tidak paham. Kalau mau, (pembangkit listrik) 50 ribu megawatt pun bisa dibuat," kata Kalla.
Kalla kemudian menjelaskan panjang lebar kebutuhan listrik untuk kemajuan industri. Menyebut proyek listrik itu ambisius, ujar Kalla, adalah mengurangi kewibawaan Presiden karena proyek itu merupakan kebijakan pemerintah yang langsung diresmikan oleh sang Kepala Negara.
“Berarti (Rizal) memandang kurang pantas ke Pak Jokowi,” ujar Kalla.
Kritikan terhadap Rizal juga datang dari Suharso Monoarfa, anggota Dewan Pertimbangan Presiden. Ia menilai kritik itu tak tepat karena Rizal bagian dari pemerintah. “Kalau di antara (menteri) kabinet saling mengkritik, katakanlah di dalam, jangan ngomong di luar. Itu tidak baik untuk Presiden. Mereka kan dua-duanya anak buah Presiden. Jadi jangan saling mengatakan si A ini, si B ini," ujar Suharso.
Selain itu, kata Suharso, Rizal harus sadar bahwa tingkat elektrifikasi di tanah air saat ini sangat rendah. Maka untuk menggenjot ketersediaan listrik, wajar jika pemerintah membangun pembangkit tenaga listrik dan mendorong swasta berperan di dalamnya.
Kritik Suharso itu lantas ditanggapi Rizal dengan sinis. “Gitu aja ribet. Apapun yang perlu diperbaiki, kita perbaiki. Enggak ada masalah. Yang penting usahanya," ujar Rizal.
Rizal menilai program pembangkit listrik terlalu ambisius. Apalagi masih ada pekerjaan rumah pembangunan proyek pembangkit listrik ribuan megawatt dari era pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Sudirman Said mengatakan akan tetap akan melaksanakan proyek tersebut sesuai dengan rencana awal pemerintah.
“Lebih dari 70 tahun lalu, para pahlawan selalu katakan merdeka atau mati. Kalau kita (pemerintah) perlu menekankan, (bangun listrik) 35 ribu megawatt atau mati lampu,” kata Sudirman di JCC, dalam forum yang juga dihadiri Jokowi hari ini.
(agk)