Jakarta, CNN Indonesia -- Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama dilaporkan ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) oleh pengamat politik Amir Hamzah atas kasus jual beli tanah Rumah Sakit (RS) Sumber Waras hari ini, Kamis (20/8). Amir menuding pembelian lahan RS Sumber Waras menyebabkan kerugian pemerintah senilai ratusan miliar.
Menanggapi hal tersebut, Ahok terlihat sangat santai. Ahok bahkan menganggap pelaporannya ke KPK sebagai hal yang biasa saja.
"Sudah sering dilaporin ke KPK. Lapor Tuhan lebih cepat, langsung doa aja gitu," kata Ahok saat ditemui di Balai Kota, Jakarta, Kamis (20/8). "Saya tidak masalah, ngapain musti pusing-pusing."
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Saat ditemui di Kantor KPK, Amir mengatakan pelaporan tersebut berdasar hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) DKI Jakarta tahun 2014. Amir meminta komisi antirasuah menindaklanjuti hasil audit tersebut.
"Ada indikasi penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Gubernur DKI Jakarta. Ada kemungkinan mark up dan korupsi dalam kasus tanah RS Sumber Waras," kata pengamat Politik DKI Jakarta Amir Hamzah di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (30/8).
"Kami ingin KPK memeriksa Gubernur DKI Jakarta dan Direksi RS Sumber Waras.”
Amir menuding, penentuan harga beli tanah oleh pemerintah daerah tak melalui mekanisme penilaian yang wajar. Alih-alih demikian, Ahok dituding memangkas proses penentuan harga. "Hanya berdasar pertemuan tertutup Gubernur DKI dengan direksi RS Sumber Waras," ucapnya.
Menurut Amir, Ahok dinilai melanggar UU Pertanahan. Dalam undang-undang tersebut, proses penentuan harga tanah dan pembelian dilakukan melalui sejumlah tahap diantaranya sosialisasi ke warga.
"Tapi ini langsung diputus sendiri sama gubernur dan sehari jadi," katanya.
Persoalan Sumber Waras
Pantia Khusus tindak lanjut LHP BPK yang digagas oleh DPRD DKI mengatakan, ada dua hal yang menjadi fokus dalam permasalahan pembelian lahan Sumber Waras tersebut.
"Permasalahan intinya terletak pada besaran nilai tanah yang digunakan oleh Dinas Kesehatan untuk membeli lahan Rumah Sakit Kanker dan Jantung. Yang seharusnya nilai NJOP di jalan Kyai Tapa Rp 20 juta, di Tomang Utara Rp 7 juta, tapi dibeli Rp 20 juta semuanya," kata Sani, panggilan akrab Triwisaksana saat ditemu usai pertemuan.
Wakil Ketua Pansus Tindak Lanjut LHP BPK Prabowo Soenirman mengatakan, masalah lain terletak pada proses pembelian lahan Rumah Sakit Sumber Waras. Hasil pemeriksaan BPK menunjukan, penentuan lokasi tanah Sumber Waras oleh Plt Gubernur DKI, saat itu dijabat Ahok, sebesar Rp 755 miliar tidak sesuai dengan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2012 dan Perpres Nomor 71 Tahun 2012.
Ketentuan tersebut menyebutkan, penunjukan atau penetapan lokasi tanah untuk pembangunan Rumah Sakit Jantung dan Kanker oleh Plt Gubernur DKI seharusnya berdasarkan dokumen perencanaan, hasil studi kelayakan, konsultasi publik, berita acara kesepakatan lokasi tanah dengan pihak yang berhak dan masyarakat dan usulan penetapan lokasi dari instansi yang memerlukan tanah kepada Gubernur.
Setelah proses tersebut dilalui baru kemudian Plt Gubernur DKI menetapkan lokasi tanah yang dilanjutkan dengan proses pengadaan tanah oleh Tim Pelaksana Penagadaan Tanah.
Namun dalam pelaksanaannya, penetapan lokasi tanah justru dilakukan oleh Plt Gubernur DKI melalui SK Gubernur Nomor 2136 Tahun 2014. "Prosedur pembeliannya sudah benar, tapi masalahnya ada pada eksekusinya," kata Prabowo.
(rdk)