Jakarta, CNN Indonesia -- Rencana proyek pembangunan kawasan parlemen terus mendapatkan kritik. Berbagai pihak menilai Dewan Perwakilan Rakyat belum cukup menunjukan kinerjanya selama satu tahun terakhir, tetapi sudah meminta fasilitas lebih.
Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia Lucius Karus menyebutkan saat ini DPR belum bisa memperlihatkan hasil kinerjanya dari empat kali masa sidang yang sudah berlangsung. Ia menambahkan, DPR periode 2014-2019 bisa dikatakan minim pencapaian di 2015 dari program legislasi nasional (Prolegnas) prioritas yang disepakati.
"Kami mencatat dari 37 rancangan undang-undang (RUU) prolegnas yang sudah ditetapkan untuk diprioritskan tahun 2015, baru dua yang disahkan," kata Lucius di Kantor Sekretariat Nasional FITRA, Jakarta, kemarin.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Lucius mengatakan dua undang-undang tersebut adalah UU Nomor 9 tahun 2015 tentang Pemerintah Daerah dan UU Nomor 8 tahun 2015 tentang Pemilihan Kepala Daerah yang disebut bukan sebagai produk murni anggota dewan karena hanya menerima bahan dari pemerintah.
Ia juga menilai dengan capaian rendah yang diperlihatkan, DPR terlihat konyol ketika meminta fasilitas sarana dan prasarana pendukung. Perlu dibuktikan terlebih dahulu agar 37 RUU yang masuk prolegnas yang diprioritaskan dapat segera diselesaikan.
Berdasarkan penelusuran, kedua undang-undang tersebut baru ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 18 Maret lalu. Sementara masa sidang anggota DPR untuk tahun ini tinggal menyisakan empat bulan lagi.
Sependapat, Direktur Indonesia Budget Centre Roy Salam menyatakan dengan kinerja legislasi yang masih rendah, wacana pembangunan fisik gedung baru tidak perlu dilanjutkan.
"Kalau cara berpikirnya sesat, sebaiknya dibatalkan dan harus ditolak," kata Roy. (Baca:
Soal Gedung Baru, Wiranto Minta DPR Dengarkan Rakyat)
Menurut Roy DPR lebih baik meningkatkan kinerjanya dengan bertransformasi menjadi lembaga yang responsif dan transparan. Ia juga mengajak masyarakat untuk menolak karena pembangunan tersebut dinilai tidak tepat. (Baca:
DPR Belum Taksir Biaya Proyek Gedung Baru)
Proyek penataan kawasan parlemen menjadi kontroversi di masyarakat. Bahkan, Presiden Joko Widodo yang dijadwalkan menandatangani prasasti proyek yang telah disediakan batal dilakukannya, saat Jokowi melakukan pidato kenegaraan pada 14 Agustus 2015 lalu di Gedung DPR. (Baca:
Jokowi Batal Teken Prasasti Peresmian Proyek Pembangunan DPR)
(obs)